Berawal
dari sebuah kalimat yang sederhana tetapi memiliki makna yang dalam “Aku
Membaca Maka Aku Ada”. Aku? Iya memang aku, seorang Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Luar Biasa yang kini ada di semester 5. Lika-Liku hidup yang telah
aku jalani sampai usiaku yang kini hampir menginjak 20 tahun. Aku adalah si
Bodoh yang sampai saat ini masih terus belajar dan tidak akan pernah berhenti
sampai mati,karena sejatinya hidup adalah sebuah pembelajaran dan setiap
kejadian adalah makna yang mengandung arti.
Masa
kelam dahulu Aku bukanlah seseorang yang hobi membaca baik buku, koran, dan informasi
dari internet. Jangankan untuk membaca buku mengkoleksi pun aku tidak ada
kecuali buku pelajaran sekolah yang selalu tertata rapi di lemari belajarku. Bagiku
membaca adalah sesuatu hal yang membosankan masih banyak kegiatan lain yang
lebih menghibur daripada sekedar aku duduk manis di kursi goyang dengan
secangkir teh untuk membaca selama berjam-jam. Bahkan untuk media internet bukan
kebiasaanku untuk bertatapan lama dengan monitor komputer selain asik membuka Jejaring
sosial yang lebih menarik untuk ditelusuri daripada sekedar membaca
artikel-artikel yang membuat aku ingin meninggalkannya dan menonton film Korea
favoritku Full House yang dibintangi oleh si Ganteng Rain dan si Cantik Hye Go.
Itu
kisahku sebelum kini aku beranjak menuju dewasa. Hingga akhirnya kini aku
menjadi mahasiswa Universitas Negeri Jakarta.
Disini awal dari proses pembelajaran yang baru. Bagaimana tidak? aku
merasa sangat bersyukur karena Tuhan telah menuntunku untuk berubah menjadi
lebih baik. Dengan Menjadi anggota Lembaga Kajian Mahasiswa menyadarkan banyak
hal kepadaku yang tidak dapat kuungkapkan satu persatu. Menyadarkan sebuah arti
tentang pentingnya tiga hal yang dapat membangun jati diri sebagai seorang
manusia yaitu membaca,menulis,dan
diskusi.
Satu
hal yang membuatku sadar adalah “ Betapa pentingnya membaca karena ternyata
membaca bukanlah segalanya akan tetapi segalanya berawal dari membaca”. Dengan
menulis menjadikan kau dikenang dalam sejarah karena walaupun secara jasad
telah tiada tetapi masih hidup dalam karya hingga kini, berdiskusi dengan omong
kosong sama saja dengan tong kosong nyaring bunyinya keduanya bermuara dari
membaca. Jika tanpa membaca maka keduanya akan berjalan dengan baik. Faktanya
adalah kita tidak akan menulis dan berdiskusi tanpa berlandaskan sesuatu dan
membaca adalah landasan dari segalanya. Aku mengenal dunia ,seakan dunia itu
berbicara dan berbahasa kepadaku.
Membaca
membuatku tidak buta lagi. Buta yang identik dengan gelap dan hitam tetapi
tidak mengenal apapun,Seperti seorang tunanetra yang memiliki hambatan
penglihatan sedari kecil berkesulitan dalam mengenal lingkungaanya. Hingga
akhirnya membaca membuat ku dapat melihat segalanya. Mengenal bagaimana keadaan
lingkungan tidak dalam ruang yang sempit tetapi mendunia.
Membaca
itu adalah matahari , dimana matahari yang terang bersinar menyinari bumi
dengan cahayanya. Begitu juga dengan membaca yang membuat kita menjadi terang
akan ilmu Kita membutuhkan matahari
sebagai sumber kehidupan dan menurutku kita juga butuh membaca untuk
keberlangsungan hidup bagaimana tidak ilmu adalah segalanya dan salah satu cara
mendapatkan ilmu adalah dengan membaca.
Dunia
ini menjadi terang ketika aku membaca, mengapa? Jawabanya karena Aku dapat mengetahui apa yang terjadi di
belahan dunia lain dalam waktu yang cepat seperti ketika membaca internet dalam
1 menit saja aku sudah tahu kalau di Haiti terjadi gempa yang cukup besar.
Juga
dengan membaca membuat kita kaya akan pengetahuan dan dapat berkembang menjadi
insan yang berkarakter intelektual, lebih baik miskin harta daripada miskin
ilmu tetapi akan lebih baik ketika karya harta dan kaya ilmu. Megapa tidak?
Orang yang miskin ilmu membuat kita terpenjara dalam sebuah kebodohan dank
karena harta akan berkurang jika digunakan sedangkan membaca akan bertambah
ilmunya jika dilakukan.
Seperti
yang diungkapkan Sahabat Nabi Ali bin Abi thalib “Ilmu itu lebih baik daripada
harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim)
dan harta terhukum. Harta itu kurang apabila dibelanjakan tapi ilmu bertambah
bila dibelanjakan”.
Membaca
memberikan maanfaat yang berarti dalam arti. Bangsa ini besar tidak hanya
karena perjuangan fisik melainkan perjuangan para kaum intelektual yang banyak
memberikan kontribusi dalam sebuah pergerakan.Membaca bukanlah aktivitas yang
sia-sia melainkan kita akan buta dunia dengan meremehkanya. Membangun generasi
bangsa yang maju bukanlah dnegan berleha-leha dan minim perjuangan. Seperti
kata Dr. Riant Nugroho dalam bukunya “ Jika ingin melihat bagus atau tidaknya
suatu organisasi lihatlah sumber daya manusia di dalamnya” begitu pun dengan
bangsa jika ingin melihat bangsa ini maju atau tidak lihatlah dari sumber daya
manusia yang ada di dalamnya. Membangun sebuah karakter peradaban yang maju
tidaklah semudah membalikan telapak tangan.
Sayangnya
minat baca di Indonesia masih rendah Faktanya menurut survey dari UNESCO tahun
2008 Kesadaran membaca orang Indonesia
masihlah sangat minim, Indonesia merupakan Negara yang memiliki minat
membaca yang rendah, dan survey terhadap 39 negara, Indonesia menduduki
pringkat ke 38 sebagai Negara yang memiliki minat baca. Juga dari Badan Pusat
Statistik pada tahun 2006 Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006
mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan
sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Masyarakat Indonesia lebih memilih
menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca
(23,5%)1. Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh
23,5% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka mendapatkan
informasi dari televisi dan radio ketimbang membaca. Dengan data ini
menunjukkan bahwa membaca belum menjadi prioritas utama masyarakat Indonesia .Survei
yang dilakukan membuktikan bahwa minat membaca di Indonesia masih rendah dan
belum menjadi kebiasaan yang mengakar di masyarakat.
Negara kecil di semenanjung Asia Timur yang pada 1945 dibombardir oleh Sekutu tepat di kota Hiroshima dan Nagasaki menyisakan luka yang mendalam tetapi siapa sangka kini Negara itu menjadi Negara yang mau dan disegani di Asia ialah Jepang, Menanamkan kepada masyarakatnya budaya membaca dengan gerakan 20 Minutes Reading of Mother and Child, dimana seorang ibu harus mengajak anaknya membaca, minimal dua puluh menit sebelum si anak tidur,lalu Indonesia? Teringat akan ucapan sepupuku dari Jogja bernama Rama yang mengatakan kalau kita di Indonesia hanya dibudidayakan “cuci kaki dan gosok gigi sebelum tidur”yang kini tradisi itu telah mendarah daging dan diingat dari yang muda sampai yang tua.
Membaca
belum menjadi pilihan dan budaya yang menarik bagi masyarakatnya. Betapa tidak
selain selalu disuguhkan dengan media visual dan auditori yang menarik dengan
sinetron yanag kurang mendidik, acara reality show ,suguhan lawak yang
menggelitik lebih dipilih masyarakat Indonesia ketimbang membaca. Selain itu
karena pembelajaran sedari dini siswa
hanya mengandalkan metode pembelajaran ceramah di kelas dan tidak membuat siswa
menjadi aktif dan mencari informasi secara mandiri. Itu adalah dua dari beragam alas an mengapa
minat baca bangsa ini masih kurang.
Membaca
yang seharusnya dapat membangun karakter bangsa kini menjadi luntur karena
masih minimnya budaya membaca juga kurang perdulinya perhatian pemerintah. Oleh
karena itu sudah seharusnya membaca dimulai dari diri sendiri dan membantu juga
menggerakan membaca dimulai dengan orang terdekat kita.
Bangsa
ini tidak akan pernah maju jika hanya mengandalkan budaya korupsi yang mengakar
dan mendarah daging akan tetapi bangsa yang maju adalah bangsa yang di dalamnya
memiliki kesadaran intelektual untuk membangun Negara. Dengan membaca
menjadikan masyarakat kita maju dalam peradaban dan tidak ketinggalan jaman
juga masih bergantung kepada bangsa lain.
Aku
sudah merasakan dan belajar dalam melaksanakannya . Bagaimana denganmu? Ini
adalah sebuah kisah ku yang ingin ku berbaginya denganmu dan tanpa maksudku
menjadi merasa lebih baik tetapi karena ku tak ingin kalian merasakan apa yang
dulu ku rasakan hidup dalam keterpurukan juga kebodohan. Bukankah bangsa tidak
dapat berdiri jika hanya seglintir yang memiliki kesadaran membangun? Marilah
bersama dalam asa membangun negeri ini. Aku, Kamu, Kita dan Indonesia membaca.
Menuju peradaban intelektual yang maju.