Senin, 10 September 2012

Aku, Kamu, Kita di Indonesia Membaca

Berawal dari sebuah kalimat yang sederhana tetapi memiliki makna yang dalam “Aku Membaca Maka Aku Ada”. Aku? Iya memang aku, seorang Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang kini ada di semester 5. Lika-Liku hidup yang telah aku jalani sampai usiaku yang kini hampir menginjak 20 tahun. Aku adalah si Bodoh yang sampai saat ini masih terus belajar dan tidak akan pernah berhenti sampai mati,karena sejatinya hidup adalah sebuah pembelajaran dan setiap kejadian adalah makna yang mengandung arti.
Masa kelam dahulu Aku bukanlah seseorang yang hobi membaca baik buku, koran, dan informasi dari internet. Jangankan untuk membaca buku mengkoleksi pun aku tidak ada kecuali buku pelajaran sekolah yang selalu tertata rapi di lemari belajarku. Bagiku membaca adalah sesuatu hal yang membosankan masih banyak kegiatan lain yang lebih menghibur daripada sekedar aku duduk manis di kursi goyang dengan secangkir teh untuk membaca selama berjam-jam. Bahkan untuk media internet bukan kebiasaanku untuk bertatapan lama dengan monitor komputer selain asik membuka Jejaring sosial yang lebih menarik untuk ditelusuri daripada sekedar membaca artikel-artikel yang membuat aku ingin meninggalkannya dan menonton film Korea favoritku Full House yang dibintangi oleh si Ganteng Rain dan si Cantik Hye Go.
Itu kisahku sebelum kini aku beranjak menuju dewasa. Hingga akhirnya kini aku menjadi mahasiswa Universitas Negeri Jakarta.  Disini awal dari proses pembelajaran yang baru. Bagaimana tidak? aku merasa sangat bersyukur karena Tuhan telah menuntunku untuk berubah menjadi lebih baik. Dengan Menjadi anggota Lembaga Kajian Mahasiswa menyadarkan banyak hal kepadaku yang tidak dapat kuungkapkan satu persatu. Menyadarkan sebuah arti tentang pentingnya tiga hal yang dapat membangun jati diri sebagai seorang manusia yaitu  membaca,menulis,dan diskusi.
Satu hal yang membuatku sadar adalah “ Betapa pentingnya membaca karena ternyata membaca bukanlah segalanya akan tetapi segalanya berawal dari membaca”. Dengan menulis menjadikan kau dikenang dalam sejarah karena walaupun secara jasad telah tiada tetapi masih hidup dalam karya hingga kini, berdiskusi dengan omong kosong sama saja dengan tong kosong nyaring bunyinya keduanya bermuara dari membaca. Jika tanpa membaca maka keduanya akan berjalan dengan baik. Faktanya adalah kita tidak akan menulis dan berdiskusi tanpa berlandaskan sesuatu dan membaca adalah landasan dari segalanya. Aku mengenal dunia ,seakan dunia itu berbicara dan berbahasa kepadaku.
Membaca membuatku tidak buta lagi. Buta yang identik dengan gelap dan hitam tetapi tidak mengenal apapun,Seperti seorang tunanetra yang memiliki hambatan penglihatan sedari kecil berkesulitan dalam mengenal lingkungaanya. Hingga akhirnya membaca membuat ku dapat melihat segalanya. Mengenal bagaimana keadaan lingkungan tidak dalam ruang yang sempit tetapi mendunia.
Membaca itu adalah matahari , dimana matahari yang terang bersinar menyinari bumi dengan cahayanya. Begitu juga dengan membaca yang membuat kita menjadi terang akan ilmu  Kita membutuhkan matahari sebagai sumber kehidupan dan menurutku kita juga butuh membaca untuk keberlangsungan hidup bagaimana tidak ilmu adalah segalanya dan salah satu cara mendapatkan ilmu adalah dengan membaca.
Dunia ini menjadi terang ketika aku membaca, mengapa? Jawabanya karena  Aku dapat mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia lain dalam waktu yang cepat seperti ketika membaca internet dalam 1 menit saja aku sudah tahu kalau di Haiti terjadi gempa yang cukup besar.
Juga dengan membaca membuat kita kaya akan pengetahuan dan dapat berkembang menjadi insan yang berkarakter intelektual, lebih baik miskin harta daripada miskin ilmu tetapi akan lebih baik ketika karya harta dan kaya ilmu. Megapa tidak? Orang yang miskin ilmu membuat kita terpenjara dalam sebuah kebodohan dank karena harta akan berkurang jika digunakan sedangkan membaca akan bertambah ilmunya jika dilakukan. 
Seperti yang diungkapkan Sahabat Nabi Ali bin Abi thalib “Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum. Harta itu kurang apabila dibelanjakan tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan”.
Membaca memberikan maanfaat yang berarti dalam arti. Bangsa ini besar tidak hanya karena perjuangan fisik melainkan perjuangan para kaum intelektual yang banyak memberikan kontribusi dalam sebuah pergerakan.Membaca bukanlah aktivitas yang sia-sia melainkan kita akan buta dunia dengan meremehkanya. Membangun generasi bangsa yang maju bukanlah dnegan berleha-leha dan minim perjuangan. Seperti kata Dr. Riant Nugroho dalam bukunya “ Jika ingin melihat bagus atau tidaknya suatu organisasi lihatlah sumber daya manusia di dalamnya” begitu pun dengan bangsa jika ingin melihat bangsa ini maju atau tidak lihatlah dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Membangun sebuah karakter peradaban yang maju tidaklah semudah membalikan telapak tangan. 
Sayangnya minat baca di Indonesia masih rendah Faktanya menurut survey dari UNESCO tahun 2008 Kesadaran membaca orang Indonesia masihlah sangat minim, Indonesia merupakan Negara yang memiliki minat membaca yang rendah, dan survey terhadap 39 negara, Indonesia menduduki pringkat ke 38 sebagai Negara yang memiliki minat baca. Juga dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2006 Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Masyarakat Indonesia lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca (23,5%)1. Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh 23,5% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka mendapatkan informasi dari televisi dan radio ketimbang membaca. Dengan data ini menunjukkan bahwa membaca belum menjadi prioritas utama masyarakat Indonesia .Survei yang dilakukan membuktikan bahwa minat membaca di Indonesia masih rendah dan belum menjadi kebiasaan yang mengakar di masyarakat.
Negara kecil di semenanjung Asia Timur yang pada 1945 dibombardir oleh Sekutu tepat di kota Hiroshima dan Nagasaki menyisakan luka yang mendalam tetapi siapa sangka kini Negara itu menjadi Negara yang mau dan disegani di Asia ialah Jepang, Menanamkan kepada masyarakatnya budaya membaca dengan gerakan 20 Minutes Reading of Mother and Child, dimana seorang ibu harus mengajak anaknya membaca, minimal dua puluh menit sebelum si anak tidur,lalu Indonesia? Teringat akan ucapan sepupuku dari Jogja bernama Rama yang mengatakan kalau kita di Indonesia hanya dibudidayakan “cuci kaki dan gosok gigi sebelum tidur”yang kini tradisi itu telah mendarah daging dan diingat dari yang muda sampai yang tua.
Membaca belum menjadi pilihan dan budaya yang menarik bagi masyarakatnya. Betapa tidak selain selalu disuguhkan dengan media visual dan auditori yang menarik dengan sinetron yanag kurang mendidik, acara reality show ,suguhan lawak yang menggelitik lebih dipilih masyarakat Indonesia ketimbang membaca. Selain itu karena pembelajaran sedari dini  siswa hanya mengandalkan metode pembelajaran ceramah di kelas dan tidak membuat siswa menjadi aktif dan mencari informasi secara mandiri.  Itu adalah dua dari beragam alas an mengapa minat baca bangsa ini masih kurang.
Membaca yang seharusnya dapat membangun karakter bangsa kini menjadi luntur karena masih minimnya budaya membaca juga kurang perdulinya perhatian pemerintah. Oleh karena itu sudah seharusnya membaca dimulai dari diri sendiri dan membantu juga menggerakan membaca dimulai dengan orang terdekat kita.
Bangsa ini tidak akan pernah maju jika hanya mengandalkan budaya korupsi yang mengakar dan mendarah daging akan tetapi bangsa yang maju adalah bangsa yang di dalamnya memiliki kesadaran intelektual untuk membangun Negara. Dengan membaca menjadikan masyarakat kita maju dalam peradaban dan tidak ketinggalan jaman juga masih bergantung kepada bangsa lain.
Aku sudah merasakan dan belajar dalam melaksanakannya . Bagaimana denganmu? Ini adalah sebuah kisah ku yang ingin ku berbaginya denganmu dan tanpa maksudku menjadi merasa lebih baik tetapi karena ku tak ingin kalian merasakan apa yang dulu ku rasakan hidup dalam keterpurukan juga kebodohan. Bukankah bangsa tidak dapat berdiri jika hanya seglintir yang memiliki kesadaran membangun? Marilah bersama dalam asa membangun negeri ini. Aku, Kamu, Kita dan Indonesia membaca. Menuju peradaban intelektual yang maju.