Senin, 27 Agustus 2012

Pendidikan Bukan Permainan

Pendidikan bukanlah sebuah gurauan atau sebuah permainan balok yang dapat dirubah atau disusun kembali, akan tetapi lebih dari itu pendidikan merupakan sebuah proses panjang yang didalamnya terdapat sebuah tujuan yang hendak dicapai. "Dari tidak tau menjadi tahu" dengan berbagai Komponen dalam belajar.

Jumat, 24 Agustus 2012

Sedekah Cinta sang Penjaga Mesjid

GANG SEMPIT masuk buku SEDEKAH CINTA SANG PENJAGA MASJID


 JUDUL: SEDEKAH CINTA SANG PENJAGA MASJID
(50 Kisah Nyata Penuh Inspirasi Indahnya Peduli Nikmatnya Berbagi)


PENULIS: Agus Nugroho, Richa Miskiyya, Intan Permataningtyas, Era Sofiyah, Kamiluddin Azis, dkk
 

Penerbit Oase Qalbu
Tebal 332 hlm

Harga Rp 73.000,- (Belum termasuk ongkos kirim)

CARA PEMESANAN:
1. Pesan via SMS ke 08562729500 dengan format: Nama, Alamat Lengkap, Judul Buku yang dipesan, dan Jumlah pembelian. Lalu kami akan mengkonfirmasi ongkos kirim ke alamat kamu.

2. Setelah itu, kamu bisa transfer uang pembelian + Ongkos kirim ke no rekening berikut ini (pilih salah satu):

*BRI a/n Laela Nurisysyafa'ah No. 5993-01-010747-53-9 (Unit Godong)
*BCA a/n Badiatul Muchlisin Asti No. 0810336862 (KCP Purwodadi)

BELI BUKU INI = SEDEKAH, KARENA SELURUH LABA PENJUALAN AKAN DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN SOSIAL MELALUI LAZ Ilmanafia Peduli



Daftar Naskah yang Masuk di Buku Ketiga Trilogi Indahnya Peduli Nikmatnya Berbagi

1. Karena Aku Ingin Berbagi, Fiyan Arjun
2. Aku dan Warung Pojokku, Etti Miniarti.
3. Arbazatya untuk Semua, Lale Fernanda Oktaviana
4. Ayu Palupi, Berta Dewi Nugraheni
5. Belajar Memberi dan Berbagi dari Seorang Romo, Dedi Prestiadi
6. Berkah Sedekah Memberi Kecerdasan dan Kesuksesan, Ali Ibrohim
7. Bingkai Gang Sedepak, Zani El Kayong
8. Buah Pemberian, Zani El Kayoung
9. Ada Cinta di dalam Gelap, Riana Wulandari
10. Buah dari Kedermawanan, Ambarwati
11. Setetes keberkahan
12. Buah Seribu Perak, Ayu Dwi Pebsiani
13. Gang Sempit, Kamiluddin Azis
14. Dari Jalan Tak Terduga, Zahro Qurrota A’yun
15. Dari Mereka Aku Belajar Arti Keikhlasan, Ben Putra
16. Donat Manis dari Aris, Ima winaningsih
17. Hadiah Tak Terduga, Fairus Haris
18. Hitam Putih Hidup, Imroatun Nafi’ah
19. Kucing Oh.. Kucing, Shilfi Rahmawati
20. Tas Bambu dan Setangkai Bunga Mawar, Jajat Sudrajat Iskadir
21. Ketulusan yang Berbuah Cita-cita, Shabriyah Akib
22. Ku Temukan Hikmahnya di Panti, Ina Rahmawati
23. Kunci Mobil yang Terjatuh, Keumala Fauzan Andini
24. Langkah Kecil Menggapai Cinta-Mu, Richa Miskiyya
25. Layuh, Imania Eka D.
26. Rezeki Nggak Kemana, Swandari Auliya Izzati
27. Luar Biasa dengan Berbagi, Amalia Putri
28. Merajut Bahagia di Balik Indahnya Maghrib, Yudhistira Mursyid Suryalaksana
29. Mulut Bersilat, Agus Nugroho
30. Sebuah Jalan yang Merubah Hidupku, Azzuhri Tri Ahara
31. Sebuah Pertemuan Kecil dengan Anak Malaikat Hujan, Alden Z Ma’arive
32. Sedekah Cinta Sang Penjaga Masjid, Era Sofiyah
33. Nikmatnya Berbagi ala Mamak, Muhamad A
34. Menyatunya Hati dan Asa Kami Untuk Kesembuhan Iin, Rani Agustina Wulandari
35. Pahlawan Perang, Mas Mochammad Ramdhani
36. Panggilan Alam, Ni’am At-Majha
37. Pergi Tetap Hidup, Citra Ashri Maulidina
38. Rezeki Njepret, Usman Al Ansor
39. Sedekahnya Para Perantau, Muhammad Iksan Sanusi
40. Senyum Mereka adalah Senyumku, Wahyu Wibowo
41. Senyuman Indah dari Tuhan, Muslikhah
42. Senyuman Panti Lusuh, Putri Bayu Gusti M.P
43. “Senyumku lebih lebar…”, Aldina Safitri
44. Sepatu Persaudaraan, Intan Permataningtyas
45. Sepotong Kue Kehidupan, Sofi Resa Puspita Ermono
46. Zulfi dan Angsa Kertas, Sepp hamadzani
47. Sepuluh Ribu, Nur Hafidhoh
48. TPA Oh TPA…, Zaidah Rifah Uswatun
49. Si Merah, Tria Widyastuti
50. Yu Warti, Moh. Afif

Kamis, 23 Agustus 2012

Dinamika Pendidikan di Indonesia

Dinamika Pendidikan di Indonesia

Pendidikan,tidak akan pernah habis kata dalam membahas masalah di bidang ini. Pendidikan yang selalu pasang surut dalam perkembanganya. Mendefiniskan pendidikan menurut beberapa para ahli. Bagi KI Hajar Dewantara yang merupakan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.

Sedangkan menurut Dewey, seorang tokoh pendidikan Amerika yang memperkenalkan konsep pendidikan progresif pendidikan merupakan all one with growing; it has no end beyond it self, sehingga tidak akan pernah permanen tapi selalu evolutif. Selain selalu on going process, pendidikan menurutnya juga harus bertumpu pada nilai-nilai demokratis, partisipatif, pluralisme, dan liberalisme.

John Dewey dan Ki Hajar Dewantara merupakan dua tokoh pendidikan yang banyak menyumbangkan gagasan demi kemajuan pendidikan di negaranya masing-masing. Baik Indonesia maupun Amerika. Masing-masing Negara memiliki karakteristik yang berbeda dalam memandang pendidikan. Amerika dengan gagasanya yang diusung pada tahun 2001 mengenai “No Child Left Behind” bahwa tidak boleh ada seorang pun warga Amerika yang tertinggal dalam pendidikan. Sedangkan Indonesia dengan program wajib belajar Sembilan tahun yang dijamin Pemerintah.

Pendidikan di Indonesia selalu mengalami masa pasang surut di setiap perjalananya. Berbagai masalah dan spekulasi muncul seiring waktu ke waktu. Dari mulai zaman penjajahan bahkan hingga saat ini. Carut-marut tentang Pendidikan Indonesia memang tidak pernah berhenti. Alih-alih Aufklarung bagi Pendidikan bagai sebuah janji manis di kursi hangat pemerintahan. Undang-undang bagai sebuah symbol yang tertulis diatas kertas tanpa mengetahui bagaimana sesungguhnya menjalakannya di lapangan yang masih jauh dari harapan.

Dari mulai zaman penjajahan dengan konsep kolonialisme, dilanjutkan dengan zaman orde lama pada kepemimpinan Soekarno yang berprinsip tentang konsep sosialisme dalam pendidikan tentang bagaimana pendidikan merupakan hak semua kelompok masyrakat, memberikan penghargaan setinggi-tingginya terkait derajat yang sama tanpa membeda-bedakan. Indonesia mampu mengekspor guru ke beberapa Negara tetangga, menyekolahkan ribuan mahasiswa keluar negeri,dan menyebarkan mahasiswa ke seluruh pelosok negeri untuk menguasai buat huruf.

Selanjutnya di orde baru kepemimpinan soeharto yang disebut era Pembangunan nasional justru lebih menekankan sisi ekonomi Indonesia yang harus ditingkatkan bahkan menurut Darmangningtyas pendidikan orde baru ibarat pendidikan militer bahkan kebebasan pun sangat dibatasi di masa ini. Masuk ke era reformasi dari tahun 1998 hingga saat ini yang mempengaruhi sendi pendidikan dari mulai masalah dana, desentralisasi pendidikan bahkan sampai perubahan muatan kurikulum. Akan tetapi era reformasi tidak hanya sampai disitu saja pendidikan yang menggelitik di zaman ini akan tetapi masih terus berlanjut hingga saat ini.

Dikutip dari buku Indonesia karya Ahmad Yunus dalam ekspedisi perjalananya keliling Nusantara, berpendapat bahwa Jakarta terlalu memukul rata semua wilayah Indonesia harus sama denganya,padahal idealnya karakeristik yang berbeda membuat semua tempat tidak semudah itu untuk disamakan. Beberapa hal yang akan diulas disini adalah mengenai dana pendidikan RAPBN yang tidak merata dan sesuai harapan sehingga mengakibatkan kurangnya fasilitas pendidikan bagi anak-anak di Indonesia juga Sumber daya manusian professional yang terbatas, juga system pendidikan yang kembali dipertanyakan yaitu kurikulum.

Lembaga Pendidikan yang dikelola pemerintah dibiayai pemerintah berasal dari uang rakyat (pajak masyarakat) akan tetapi hasil pendidikan dikembalikan ke masyarakat dengan cara yang berbeda-beda dan cenderung diskriminatif. Dari mulai pelebelan sekolah-sekolah bahkan fasilitas pendidikan juga SDM yang tidak merata di setiap daerah menjadi sungguh ironis. Menciptakan masyarakat yang baik maka butuh pendidikan yang baik pula.
Makin tinggi dana pendidikan maka akan baik pula kinerja pendidikan begitupun sebaliknya makin rendah dana pendidikan maka akan makin buruk kinerja pendidikan. Prof.Dr.H.AR Tillaar berpendapat bahwa persoalan dalam dunia pendidikan di bumi pertiwi ini dikarenakan kuatnya dominasi pemerintah. Bagaimana hegemoni kekuasaan yang berubah-rubah sesuai dengan siapa yang berkuasa,maka tidak heran kebijakan pendidikan juga ikut terkena imbasnya dalam masalah ini.
20 persen dana yang dijanjikan pemerintah tentu tidak semulus pengalaman di lapangan. Pada kenyataanya saat ini dana BOS yang dikucurkan ke daerah-daerah justru tersendat. Banyak sekolah di daerah yang mengeluhkan bahwa dananya tidak turun tepat waktu di saat sekolah membutuhkannya. Alih-alih pemerataan pendidikan justru tersendat di berbagai daerah dari mulai sarana dan prasarana pendidikan bahkan layanan pendidikan dari SDM juga masih hangat diperbincangkan. Entah apa yang anggota dewan bicarakan di senayan akan tetapi justru pendidikan masih carut-marut dan tidak merata. Bahkan membangun WC pun lebih penting dari sekedar menyoroti wajah pendidikan di Indonesia saat ini. Merasa cukup dengan 20 persen dana yang telah diberikan dan mencoba menutup mata rapat-rapat seakan-akan tidak melihat kenyataan yang terjadi saat ini.
Pendidikan bukanlah permainan politik semata. Ketika pergantian kekuasaan maka berganti pula berbagai kebijakan. Pendidikan pun juga ikut menjadi korbanya. Padahal bukanlah kepentingan partai yang masih diagungkan akan tetapi bagaimana membangun pendidikan Indonesia yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan. Maka jangan harap kita akan maju jika kita pun tidak menjungjung tinggi pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun bangsa. Pembangunan ekonomi dapat terlaksana jika pendidikan mengambil peran yang utama.
Isu yang berkembang bukan hanya terkait kucuran dana yang terbatas dan macet sehingga mengakibatkan pendidikan tidak merata dari segi sarana dan prasarana bahkan SDM, baik pembangunan infrastruktur, fasilitas di sekolah, dan tenaga guru pengajar.

Menurut data yang dilansir dari Departemen pendidikan,setidaknya ada 131 ribu sekolah yang rusak di Indonesia. Ketika belajar Keselamatan para murid pun jadi taruhan. Seperti kejadian di Sekolah Dasar Negeri 1 Semenkidul di Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro, Oktober 2011. Para siswa sedang menjalani Ujian Tengah Semester saat angin kencang menyebabkan plafon dan ruang sekolah ambrol hingga mengakibatkan Seorang murid bernama Anis akhirnya harus dirawat karena mengalami luka di wajah.
Selain itu Kondisi bangunan di SDN Mekarsari 3, Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut Jawa Barat, dibiarkan saja rusak berat selama 3 tahun terakhir. Akibatnya, para murid di SD tersebut banyak bermain daripada belajar. Bagaimana tidak gedung sekolah tersebut mungkin tidak layak disebut gedung karena tembok pun tidak ada sedangkan 150 murid menganyam pendidikan di sekolah itu. “Hingga saat ini belum ada tindakan pasti dari pemerintah padahal dari awal sekolah ini dibentuk belum pernah diperbaiki sama sekali” ujar Aam Salamah selaku Kepala Sekolah.
Dua kejadian diatas adalah potret buruk wajah pendidikan Indonesia. Masih banyak potret lain sebagai cerminan wajah pendidikan Indonesia yang ironis. Ketika kucuran dana lebih dari 20 triliun justru masih banyak sekolah yang tidak layak. Dengan alih-alih pemerintah kembali berjanji bahwa 2012 dana untuk dilaokasikan pemerintah adalah senilai 40 persen guna membangun insfrasruktur. Semoga saja ini bukan lagi sekedar angan-angan dan janji belaka. Pemerataan pendidikan harus tersebar ke seluruh aspek masyarakat Indonesia.
Selanjutnya adalah mengenai Sumber daya manusia. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya menuntut pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Setelah infrastuktur fasilitas sekolah tidaka akan menunjang bila tidak ada pendidik yang professional di dalamnya. Michael G. Fullan mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think. Dalam pendidik sudah seharusnya ada kompetensi penuh sebagai seorang pendidik. Empat kompetensi utama sebagai seorang guru diantaranya;pedagogic,kepribadian,social,dan profesionalisme. Guru yang tidak hanya sekedar guru akan tetapi harus memiliki kepribadian yang baik jiwa social yang dapat memberikan contoh,juga menguasai ilmu keguruan. Sampai saat ini pemerintah masih melakukan banyak pelatihan bagi guru di Indonesia.

Sudah sewajarnya pula guru dapat melakukan program,strategi,metode,teknik,dan memilih model dalam proses pembelajaran. Menciptakan suasana belajar aman dan nyaman di kelas sehingga memancing daya kreatifitas siswa. Oleh karena itu tidak hanya infrastruktur saja yang harus difikirkan,bahkan sumber daya manusia juga penting karena dari guru lah tercipta generasi penerus bangsa. Kalau pendidiknya saa sudah tidak diperhatikan lantas mau dibawa kemana pendidikan di negeri ini.

Bukan hanya dana yang masih dipertanyakan. Sistem pendidikan kita juga masih menjadi perbincangan yang selalu berubah-ubah setiap gantinya zaman kekuasaan. Siapa yang berkuasa saat itu dan ketika itulah system dirubah sesuai keinginan. Utamanya terlihat jelas dalam masalah kurikulum. Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Hal ini pun diatur dalam undang-undang sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab X Pasal 36 ayat satu sampai empat. Pada nyatanya Konsep kurikulum di Indonesia masih belum matang. Dari mulai KBK yang diujicobakan kemudian berubah lagi ke KTSP. Tidak hanya itu bahkan kurikulum yang berdiferensiasi bagi anak berkebutuhan khusus pun masih belum ditinjau secara khusus oleh pemerintah.

Pendidikan di Indonesia selalu mengalami masa pasang surut layaknya air laut. Kita pernah meraih kejayaan di masa orde lama dengan konsep sosialisme,bahkan pernah menurun ketika masa orde baru berkuasa. Sayangnya di era reformasi yang dieluk-elukan dengan perubahan di berbagai aspek justru seakan Indonesia yang membangun negerinya dari nol lagi. Menciptakan masyarakat yang baik butuh pendidikan yang baik pula.

Ingatan doa Gie

Soe Hok Gie dalam ingatan, bukan kau yang mati akankah aku yang teggelam ?
oleh Citra Ashri Maulidina

catatan dalam buku harian Gie, diulas kembali dalam catatan seorang demonstran

saya mimpi tentang sebuah dunia

dimana ulama,buruh,dan pemuda

bangkit dan berkata "STOP SEMUA KEMUNAFIKAN"

"STOP SEMUA PEMBUNUHAN ATAS NAMA APAPUN"



Dan para politisi di PBB sibukmengatur pengangkutan gandum,susu,dan beras

buat anak-anak yang lapar di tiga benuaa

dan lupa akan diplomasi



tak ada lagi BENCI kepada siapapun

AGAMA apapun dan RASA apapun

dan melupakan PERANG dan KEBENCIAN

dan hanya sibuk dengan pembangunan yang lebih baik



Tuhan saya mimpi tentang dunia tadi

yang tak akan pernah datang



SOE HOK GIE 1942-1969



akankah harapan Gie hanya sebuah harapan yang sampai saat ini belum terwujud

bahkan hanya sebuah skeptisme belaka

ketika pemuda kehilangan sosok

ketika perjuangan GIE hanya berakhir sampai ia mati

hilang relung kenangan menjadi abu

kemanakah sosok pengganti yang baru

akankah Gie hanya tenggelam dalam sejarah?



adakah Gie masa kini?. . . .



yang berjuang secara tulus bahkan ketenaran bukanlah harapanya saat berjuang

tapi membela kaum yang tertindas adalah hal yang dicintainya

bahkan saat dia seorang penggerak yang tidak hanya disegani di lapangan

tetapi juga intaelektualnya yang matang

tak hanya bicara tetapi otak yang bernalar



adakah aku

adakah kamu

adakah kita ?

bukan untuk menjadi Gie maksudku

tapi bagaimana kita mengingat dan tidak melupakanya

perjuangan kita saat ini tidaklah karena perjuangan pendahulu

perjuangan Gie yang bersemangat dan berkoar



aku tak tau pasti . . .

aku bukan lebih baik. .



yang jelas bagiku

kisah hidup Gie membuka mataku

membuka hatiku

untuk berdiri di atas pendirian ku

sekalipun kesepian menghampiriku. .

dan Gie walaupun kini kau telah menyatu dengan alam tetapi bagiku kau tetap hidup

pemikiran dan cintamu yang akan menemani kami saat ini

tak mati tetap hidup

sampai dunia ini yang berakhir :D



Gie memperkenalkan kepada ku sosok ideal mahasiswa yang dapat disebut sebagai intelektualktual muda dalam arti . . .

bukan kau yang mati ,bukan pemikiranmu yang mati

aku yang tenggelam dalam kehidupan yang fana sebelum kutemukan arti . .

what did you learned at school?

apa yang kau pelajari di sekolah hari ini anaku?
apa yang kau pelajari di sekolah hari ini anaku?

aku diajari bahwa Wangshington tidak pernah berdusta
aku diajari bahwa tentara itu tidak gampang mati
aku diajari bahwa setiap orang punya kebebasan
begitulah yang diajarkan guruku,

itulah yang aku pelajari di sekolah hari ini

aku diajari bahwa polisi adalah sahabatku
aku diajari bahwa keadilan itu tidak pernah mati
aku diajari bahwa pembunuh itu mati karena ulahnya sendiri
meski kadang kita juga yang membuat kesalahan

aku diajari bahwa pemerintah harus kuat
pemerintah selalu benar dan tidak pernah salah
pemimpin kita adalah orang-orang bijak
dan lagi-lagi kita akan memilih mereka

aku diajari bahwa perang itu tidak begitu buruk
aku diajari bahwa ada sebuah perang besar yang pernah terjadi
kita dulu pernah berperang di Jerman dan perncis
dan mungkn suatu saat aku akan berperang

dan itulah yang aku pelajari di sekoah hari ini
itulah yang aku pelajari,

lagu Tom Paxton yang dinyanyikan oleh Peter Seeger

cuapcuap Pendidikan Karakter

“Guru ibarat petani yang menanam padi, yang dioptimalkan agar dapat tumbuh dengan baik tanpa menghilangkan kodrat asli dari peserta didiknya” Ki Hajar Dewantara dalam Buku Menuju Manusia merdeka” Selamat datang para mahasiswa baru di kampus Hijau, Kampus kebanggaan kita semua. Ini bukanlah akhir dari perjuangan tapi ini adalah awal dari sebuah pergerakan. Membicarakan “Pendidikan Karakter” sekilas terdengar baru di telinga teman-teman. Pada masa SMA tanpa kita sadari sebenarnya pendidikan karakter telah dibentuk, bahkan sedari kita berada di sekolah dasar. Saat ini di Fakultas Ilmu Pendidikan sudah tidak asing lagi digemborkan mengenai hal ini “Pendidikan Karakter” dari mulai dosennya bahkan mahasiwa yang presentasi di kelas menjadi pembicaraan hangat hingga saat ini.Perlu diketahui pendidikan karakter bukan hanya sebuah pendidikan yang mengajarkan karakter yang baik terhadap peserta didiknya, akan tetapi bagaimana dalam proses pendidikan dapat membentuk karakter diri yang kuat dan berakar kepada setiap para pembelajar. Karakter yang kuat dan berakar tidak mungkin datang dari karakter yang lemah dan tidak kokoh. Akan tetapi dibutuhkan karakter yang berjati diri untuk dapat mengembangkan kekuatan dari karakter tersebut.Pendidikan karakter sebenarnya telah tumbuh dari sebelum kemerdekaan, Bapak Pelopor Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara telah banyak mengajarkan kepribadian yang membentuk karakter semenjak dibangunya sekolah Taman Siswa. Satu ideologi yang dapat kita pelajari adalah mengenai sistem pendidikan menurut beliau yang masih digunakan hingga saat ini bahkan menjadi semboyan di DEPDIKBUD.“Ing Ngarsa Sung Tuladha” di depan guru memberikan contoh, “IngMadya mangun karsa” di samping guru melihat dan mengembangkan potensi peserta didik, dan “tut wuri handayani” di belakang guru memberikan dorongan dan motivasi. Untuk itu diperlukan jiwa dan karakter yang kuat dalam membangun pendidikan karakter bagi peserta didik.
Mengajarkan murid untuk bisa berhitung itu bagus, tetapi yang terbaik dan yang paling penting adalah mengajarkan mereka tentang hal-hal yang tidak bisa dihitung nilainya (sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ini seperti prinsip, kode etik hidup,kebaikan, nilai moral,dsb) Bob Talbert.Jadi diperlukannya karakter yang kuat dalam membangun jiwa dan kepribadian peserta didik yang kokoh, dan temukan karakter diri sebelum anda menanamkan hal tersebut terhadap peserta didik di kemudian hari. Karakter yang kuat? Hanya anda yang dapat menjawabnya. Menanamkan kebaikan tidak mungkin ditanam dengan hal-hal yang tidak baik. Perjalanan perjuangan menanti di depan mata hanya tinggal bagaimana kita ingin menggapainya atau tidak.Salam pendidikan Indonesia untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.

negara dan Sekolah

as is the state, so is the school. Sebagaimana negara, seperti itulah sekolah.
"sekolah amburadul berarti negara ini sedang amburadul, namun jika kondisi sekolah baik berarti negara ini sedang dalam keadaan baik, jika masih ada yang baik dan amburadul maka dipresentase saja, lebih banyak yang amburadul atau yang baik". Kata-kata ini diambil dari sebuah buku Calak Edu karya Ahmad Baedowi.

Sejenak terfikir bagaimana kita melihat Indonesia sebagai sebuah negara mari kita sama-sama melihat bagaimana sekolah yang ada di negeri ini. Apa itu sekolah amburadul dan bagaimanakah sekolah yang baik. Buku ini tidak membahas secara mendalam tentang itu, akan tetapi saya ingin mengajak teman-teman sekalian untuk berdiskusi mengenai hal ini.

Dimulai dari sekolah yang baik, ada tiga yang pernah Pak Lody sampaikan dalam kajian Filsafat sekolah yang menyediakan perpustakaan dengan berbagai bacaan yang lengkap, selain itu sekolah yang dapat memanfaatkan laboratorium dengan maksimal,dan satu lagi saya mohon bantuan untuk diingatkan. Jika boleh berpendapat juga sekolah yang baik adalah sekolah yang di dalamnya anak-anak merasa nyaman, terjalin kerjasama murid dan guru dengan baik, sehingga tanpa murid-murid sadari bahwa mereka sedang belajar dan terus menerus tertarik dan tidak pernah berhenti untuk belajar. Seperti yang pernah diungkapkan bapak Pendidikan Nasional kita yaitu bapak Ki Hajar Deantara bahwa jika ingin membangun sebuah negara dimulailah dari membangun pendidikanya. Pendidikan yang berbanding lurus antara negara yang mendukung dan warga juga mendukung. Kesadaran akan pentingnya sekolah yang baik perlu ditanamkan. sarana-prasarana yang mendukung juga yang terpenting sumber daya manusia (tenaga pengajar) yang berkompeten. Bukan mustahil Indonesia akan menjadi negara yang patut diperhitungkan jika pemerintah memperhitungkan pendidikan sebagai pilar utama pembangunan.

Sekolah yang amburadul, sekolah yang amburadul. Jika dapat memilih tentunya semua sekolah ingin menjadi sekolah yang baik dan diidam-idamkan akan tetapi sayangnya negeri ini masih membangun dan berkembang. Dibalik sebuah prestasi masih ada yang harus dibenahi di negeri ini. Sekolah yang dari segi sarana- dan prasarananya amsih belum memadai dan mendukung dengan baik. seperti ketersediaaan buku di perpustakaan yang masih terbatas, penggunaan laboratorium bahkan keberadaan laboratorium yang belum memadai, juga sumber daya manusia (pengajar) yang belum berkompeten. Menjadi amburadul itu bukan pilihan akan tetapi menjadi yang baik itu impian yang harus diwujudkan. Sudah bukan rahasia lagi banyak media yang mengungkap tentang ambruknya bangunan sekolah, guru yang melakukan aninaya terhadap muridnya, bahkan jangankan bermimpi untuk punya perpustakaan dan laboratorium hingga saat ini masih ada sekolah yang ruang kelasnya terbatas dan dipakai secara berganti-gantian.

Dan dapatkah pertanyaan ini terjawab, jika kita ingin melihat Indonesia, lihatlah sekolah-sekolah yang ada di Indonesia, dari situ kita akan mendapat gambaran bagaimana negara Indonesia sesungguhnya.

ada yang ingin berpendapat atau berstatistik riset sekolah? ditungggu :)