Selasa, 16 Oktober 2012

Dinamika Pendidikan di Indonesia



Dinamika Pendidikan di Indonesia
Oleh Citra Ashri Maulidina
Pendidikan,tidak akan pernah habis kata dalam membahas masalah di bidang ini. Pendidikan yang selalu pasang surut dalam perkembanganya. Bagi KI Hajar Dewantara yang merupakan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”. [1]
Berbagai masalah dan spekulasi pendidikan muncul seiring waktu ke waktu. Dari mulai zaman penjajahan bahkan hingga saat ini. Carut-marut tentang Pendidikan Indonesia memang tidak pernah berhenti. Alih-alih Aufklarung bagi Pendidikan bagai sebuah janji manis di kursi hangat pemerintahan. Undang-undang bagai sebuah simbol yang tertulis diatas kertas tanpa mengetahui bagaimana sesungguhnya menjalakannya di lapangan yang masih jauh dari harapan.
Saya mempertanyakan meratakah dana RAPBN pendidikan?
Saya kembali bertanya Sumber daya manusian professional yang terbatas?
Dan terakhir saya bertanya sitem kurikulum yang bongkar pasang?
20 persen dana yang dijanjikan pemerintah tentu tidak semulus pengalaman di lapangan. Pada kenyataanya saat ini dana BOS yang dikucurkan ke daerah-daerah justru tersendat. Banyak sekolah di daerah yang mengeluhkan bahwa dananya tidak turun tepat waktu di saat sekolah membutuhkannya. Alih-alih pemerataan pendidikan justru tersendat di berbagai daerah dari mulai sarana dan prasarana pendidikan bahkan layanan pendidikan dari SDM juga masih hangat diperbincangkan.
Entah apa yang anggota dewan bicarakan di senayan akan tetapi justru pendidikan masih carut-marut dan tidak merata. Bahkan membangun WC pun lebih penting dari sekedar menyoroti wajah pendidikan di Indonesia saat ini. Merasa cukup dengan 20 persen dana yang telah diberikan dan mencoba menutup mata rapat-rapat seakan-akan tidak melihat kenyataan yang terjadi saat ini.
Pembangunan ekonomi dapat terlaksana jika pendidikan mengambil peran yang utama.
Isu yang berkembang bukan hanya terkait kucuran dana yang terbatas dan macet sehingga mengakibatkan pendidikan tidak merata dari segi sarana dan prasarana bahkan SDM, baik pembangunan infrastruktur, fasilitas di sekolah, dan tenaga guru pengajar.
Menurut data yang dilansir dari Departemen pendidikan,setidaknya ada 131 ribu sekolah yang rusak di Indonesia. Ketika belajar Keselamatan para murid pun jadi taruhan. Seperti kejadian di Sekolah Dasar Negeri 1 Semenkidul di Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro, Oktober 2011. Para siswa sedang menjalani Ujian Tengah Semester saat angin kencang menyebabkan plafon dan ruang sekolah ambrol hingga mengakibatkan Seorang murid bernama Anis akhirnya harus dirawat karena mengalami luka di wajah.
 Kejadian diatas adalah potret buruk wajah pendidikan Indonesia. Masih banyak potret lain sebagai cerminan wajah pendidikan Indonesia yang ironis. Ketika kucuran dana lebih dari 20 triliun justru masih banyak sekolah yang tidak layak. Dengan alih-alih pemerintah kembali berjanji bahwa 2012 dana untuk dilaokasikan pemerintah adalah senilai 40 persen guna membangun insfrasruktur. Semoga saja ini bukan lagi sekedar angan-angan dan janji belaka.
Selanjutnya adalah mengenai Sumber daya manusia. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya menuntut pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Setelah infrastuktur fasilitas sekolah tidaka akan menunjang bila tidak ada pendidik yang professional di dalamnya. Michael G. Fullan mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think”.
Dalam pendidik sudah seharusnya ada kompetensi penuh sebagai seorang pendidik. Empat kompetensi utama sebagai seorang guru diantaranya;pedagogic,kepribadian,social,dan profesionalisme. Guru yang tidak hanya sekedar guru akan tetapi harus memiliki kepribadian yang baik jiwa sosial yang dapat memberikan contoh,juga menguasai ilmu keguruan. Sampai saat ini pemerintah masih melakukan banyak pelatihan bagi guru di Indonesia.
Sudah sewajarnya pula guru dapat melakukan program, strategi, metode, teknik,dan memilih model dalam proses pembelajaran. Menciptakan suasana belajar aman dan nyaman di kelas sehingga memancing daya kreatifitas siswa. Oleh karena itu tidak hanya infrastruktur saja yang harus difikirkan,bahkan sumber daya manusia juga penting karena dari guru lah tercipta generasi penerus bangsa. Kalau pendidiknya saja sudah tidak diperhatikan lantas mau dibawa kemana pendidikan di negeri ini.
Siapa yang berkuasa saat itu dan ketika itulah system dirubah sesuai keinginan. Utamanya terlihat jelas dalam masalah yang terakhir, yaitu kurikulum. Indonesia sudah mengalami pergantian kurikulum Sembilan kali setelah merdeka. Kurikulum merupakan perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Hal ini pun diatur dalam undang-undang sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab X Pasal 36 ayat satu sampai empat. Pada nyatanya Konsep kurikulum di Indonesia masih belum matang. Bongkar pasang kurikulum masih menjadi polemik hingga kini, terakhir yaitu perubahan kurikulum dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yang hanya berlangsung dua tahun 2004-2006  menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan hingga saat ini.
Pendidikan di Indonesia selalu mengalami masa pasang surut layaknya air laut. Kita pernah meraih kejayaan di masa orde lama dengan konsep sosialisme,bahkan pernah menurun ketika masa orde baru berkuasa. Sayangnya di era reformasi yang dieluk-elukan dengan perubahan di berbagai aspek justru seakan Indonesia yang membangun negerinya dari nol lagi. Menciptakan masyarakat yang baik butuh pendidikan yang baik pula.
Pendidikan bukanlah permainan politik semata. Ketika pergantian kekuasaan maka berganti pula berbagai kebijakan. Pendidikan pun juga ikut menjadi korbanya. Padahal bukanlah kepentingan partai yang masih diagungkan akan tetapi bagaimana membangun pendidikan Indonesia yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan. Maka jangan harap kita akan maju jika kita pun tidak menjungjung tinggi pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun bangsa.

Menjadi Indonesia dengan membangun pendidikan merupakan kunci utama pembangunan bangsa.
Saya merindukan pemerintah yang rela terjun langsung ke lapangan, sebagai praktek nyata akankan dana RAPBN telah merata.
Saya merindukan pemerintah yang perduli akan nasib pendidik bangsa, karena dari pendidik yang luar biasa lahir anak bangsa yang luar biasa pula.
Saya merindukan ketika sistem pendidikan, yaitu kurikulum tidak dengan mudah diganti begitu saja.


[1] Ki Hajar Dewanatara, Menuju manusia  merdeka (Jakarta ; Leutika,2010)

0 komentar:

Posting Komentar