Dinamika
Pendidikan di Indonesia
Oleh Citra
Ashri Maulidina
Pendidikan,tidak
akan pernah habis kata dalam membahas masalah di bidang ini. Pendidikan yang
selalu pasang surut dalam perkembanganya. Bagi KI Hajar Dewantara yang
merupakan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia menjelaskan tentang pengertian
pendidikan yaitu: “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi
pekerti ( karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak
selaras dengan alam dan masyarakatnya”. [1]
Berbagai
masalah dan spekulasi pendidikan muncul seiring waktu ke waktu. Dari mulai
zaman penjajahan bahkan hingga saat ini. Carut-marut tentang Pendidikan
Indonesia memang tidak pernah berhenti. Alih-alih Aufklarung bagi Pendidikan
bagai sebuah janji manis di kursi hangat pemerintahan. Undang-undang bagai
sebuah simbol yang tertulis diatas kertas tanpa mengetahui bagaimana
sesungguhnya menjalakannya di lapangan yang masih jauh dari harapan.
Saya mempertanyakan meratakah dana RAPBN pendidikan?
Saya kembali bertanya Sumber daya manusian
professional yang terbatas?
Dan terakhir saya bertanya sitem kurikulum yang
bongkar pasang?
20 persen
dana yang dijanjikan pemerintah tentu tidak semulus pengalaman di lapangan.
Pada kenyataanya saat ini dana BOS yang dikucurkan ke daerah-daerah justru
tersendat. Banyak sekolah di daerah yang mengeluhkan bahwa dananya tidak turun
tepat waktu di saat sekolah membutuhkannya. Alih-alih pemerataan pendidikan
justru tersendat di berbagai daerah dari mulai sarana dan prasarana pendidikan
bahkan layanan pendidikan dari SDM juga masih hangat diperbincangkan.
Entah apa
yang anggota dewan bicarakan di senayan akan tetapi justru pendidikan masih
carut-marut dan tidak merata. Bahkan membangun WC pun lebih penting dari
sekedar menyoroti wajah pendidikan di Indonesia saat ini. Merasa cukup dengan
20 persen dana yang telah diberikan dan mencoba menutup mata rapat-rapat
seakan-akan tidak melihat kenyataan yang terjadi saat ini.
Pembangunan
ekonomi dapat terlaksana jika pendidikan mengambil peran yang utama.
Isu yang berkembang bukan hanya terkait kucuran dana yang terbatas dan macet sehingga mengakibatkan pendidikan tidak merata dari segi sarana dan prasarana bahkan SDM, baik pembangunan infrastruktur, fasilitas di sekolah, dan tenaga guru pengajar.
Isu yang berkembang bukan hanya terkait kucuran dana yang terbatas dan macet sehingga mengakibatkan pendidikan tidak merata dari segi sarana dan prasarana bahkan SDM, baik pembangunan infrastruktur, fasilitas di sekolah, dan tenaga guru pengajar.
Menurut
data yang dilansir dari Departemen pendidikan,setidaknya ada 131 ribu sekolah
yang rusak di Indonesia. Ketika belajar Keselamatan para murid pun jadi
taruhan. Seperti kejadian di Sekolah Dasar Negeri 1 Semenkidul di Kecamatan
Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro, Oktober 2011. Para siswa sedang menjalani Ujian
Tengah Semester saat angin kencang menyebabkan plafon dan ruang sekolah ambrol
hingga mengakibatkan Seorang murid bernama Anis akhirnya harus dirawat karena
mengalami luka di wajah.
Kejadian diatas adalah potret buruk wajah
pendidikan Indonesia. Masih banyak potret lain sebagai cerminan wajah
pendidikan Indonesia yang ironis. Ketika kucuran dana lebih dari 20 triliun
justru masih banyak sekolah yang tidak layak. Dengan alih-alih pemerintah
kembali berjanji bahwa 2012 dana untuk dilaokasikan pemerintah adalah senilai
40 persen guna membangun insfrasruktur. Semoga saja ini bukan lagi sekedar
angan-angan dan janji belaka.
Selanjutnya
adalah mengenai Sumber daya manusia. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya menuntut pemerintah untuk menata dan
memperbaiki mutu guru di Indonesia. Setelah infrastuktur fasilitas sekolah
tidaka akan menunjang bila tidak ada pendidik yang professional di dalamnya.
Michael G. Fullan mengemukakan bahwa “educational
change depends on what teachers do and think”.
Dalam
pendidik sudah seharusnya ada kompetensi penuh sebagai seorang pendidik. Empat
kompetensi utama sebagai seorang guru
diantaranya;pedagogic,kepribadian,social,dan profesionalisme. Guru yang tidak
hanya sekedar guru akan tetapi harus memiliki kepribadian yang baik jiwa sosial
yang dapat memberikan contoh,juga menguasai ilmu keguruan. Sampai saat ini
pemerintah masih melakukan banyak pelatihan bagi guru di Indonesia.
Sudah
sewajarnya pula guru dapat melakukan program, strategi, metode, teknik,dan
memilih model dalam proses pembelajaran. Menciptakan suasana belajar aman dan
nyaman di kelas sehingga memancing daya kreatifitas siswa. Oleh karena itu
tidak hanya infrastruktur saja yang harus difikirkan,bahkan sumber daya manusia
juga penting karena dari guru lah tercipta generasi penerus bangsa. Kalau
pendidiknya saja sudah tidak diperhatikan lantas mau dibawa kemana pendidikan
di negeri ini.
Siapa yang
berkuasa saat itu dan ketika itulah system dirubah sesuai keinginan. Utamanya
terlihat jelas dalam masalah yang terakhir, yaitu kurikulum. Indonesia sudah
mengalami pergantian kurikulum Sembilan kali setelah merdeka. Kurikulum
merupakan perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Hal ini pun
diatur dalam undang-undang sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab X Pasal 36 ayat satu
sampai empat. Pada nyatanya Konsep kurikulum di Indonesia masih belum matang. Bongkar
pasang kurikulum masih menjadi polemik hingga kini, terakhir yaitu perubahan
kurikulum dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yang hanya berlangsung dua tahun
2004-2006 menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan hingga saat ini.
Pendidikan
di Indonesia selalu mengalami masa pasang surut layaknya air laut. Kita pernah
meraih kejayaan di masa orde lama dengan konsep sosialisme,bahkan pernah
menurun ketika masa orde baru berkuasa. Sayangnya di era reformasi yang
dieluk-elukan dengan perubahan di berbagai aspek justru seakan Indonesia yang
membangun negerinya dari nol lagi. Menciptakan masyarakat yang baik butuh
pendidikan yang baik pula.
Pendidikan
bukanlah permainan politik semata. Ketika pergantian kekuasaan maka berganti
pula berbagai kebijakan. Pendidikan pun juga ikut menjadi korbanya. Padahal
bukanlah kepentingan partai yang masih diagungkan akan tetapi bagaimana membangun
pendidikan Indonesia yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya bangsa yang maju
adalah bangsa yang menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan. Maka jangan
harap kita akan maju jika kita pun tidak menjungjung tinggi pendidikan sebagai
pilar utama dalam membangun bangsa.
Menjadi
Indonesia dengan membangun pendidikan merupakan kunci utama pembangunan bangsa.
Saya merindukan pemerintah yang rela terjun langsung
ke lapangan, sebagai praktek nyata akankan dana RAPBN telah merata.
Saya merindukan pemerintah yang perduli akan nasib
pendidik bangsa, karena dari pendidik yang luar biasa lahir anak bangsa yang
luar biasa pula.
Saya merindukan ketika sistem pendidikan, yaitu
kurikulum tidak dengan mudah diganti begitu saja.
0 komentar:
Posting Komentar