Karakter Bangsa Dalam
Pendidikan di Indonesia
“Semua saling menuduh
rendahnya moral bangsa dengan korupsi, pornografi, kekerasan, bahkan emosi.
Dari semua perilaku itu dikembalikan lagi ke sekolah, bagaimana pendidikan di
Indonesia begitulah moral para warga negaranya.”
Oleh Citra Ashri Maulidina
Pendidikan merupakan proses pendewasaan dan
sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu. Pilar utama pembangunan bangsa
adalah dengan pendidikan. Jika kita ingin melihat maju atau tidaknya sebuah
Negara maka kita dapat melihat bagaimana Negara perduli terhadap pendidikan.
Dengan membentuk proses pendewasaan tidak
hanya dicapai dengan teori pembelajaran di kelas semata, akan tetapi lebih dari
itu adalah bagaimana seorang siswa dapat mengenal apa yang dinamakan dengan
karakter. Menjadi berkarakter itu perlu tetapi menjadi pribadi yang berkarakter
itu tidaklah mudah. Karakter yang baik tidak terbentuk secara otomatis, karakter
dikembangkan dari waktu ke waktu melalui proses berkelanjutan pengajaran,
pembelajaran contoh, dan praktek.
David Elkind &
Freddy Sweet Ph.D dalam bukunya mengungkapkan bahwa Pendidikan karakter adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami,
peduli, dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai etika inti.
Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang
benar, peduli secara mendalam
tentang apa yang benar, dan
kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan
dalam menghadapi tekanan dari
luar dan godaan dari dalam.
Di Indonesia Pendidikan karakter sebenarnya
telah tumbuh dari sebelum kemerdekaan, Bapak Pelopor Pendidikan Indonesia yaitu
Ki Hajar Dewantara telah banyak mengajarkan kepribadian yang membentuk karakter
semenjak dibangunya sekolah Taman Siswa. Satu ideologi yang dapat kita pelajari
adalah mengenai sistem pendidikan menurut beliau. Sistem pendidikan tersebut
masih digunakan hingga saat ini, bahkan menjadi semboyan di Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Tiga sistem pendidikan yang dikembangkan Ki
Hajar Dwantara adalah “Ing Ngarsa Sung Tuladha” di depan guru memberikan
contoh, “IngMadya mangun karsa” di samping guru melihat dan mengembangkan
potensi peserta didik, dan “tut wuri handayani” di belakang guru memberikan
dorongan dan motivasi. Untuk itu diperlukan jiwa dan karakter yang kuat dalam
membangun pendidikan karakter bagi peserta didik.
Pendidikan karakter bukan hanya sebuah
pendidikan yang mengajarkan karakter yang baik terhadap peserta didiknya, akan
tetapi bagaimana dalam proses pendidikan dapat membentuk karakter diri yang
kuat dan berakar kepada setiap para pembelajar. Karakter yang kuat dan berakar
tidak mungkin datang dari karakter yang lemah dan tidak kokoh. Akan tetapi
dibutuhkan karakter yang berjati diri untuk dapat mengembangkan kekuatan dari
karakter tersebut.
Indonesia Negara yang sedang berkembang dan sedang
berbenah. Oleh karena itu pendidikan adalah salah satu aspek dalam membangun
bangsa melalui membangun karakter. Ada beberapa hal yang dapat menjadi acuan
dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia.
Pertama adalah bagaimana
menumbuhkan kesadaran bahwa pendidikan karakter tidak hanya tanggung jawab
sekolah. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan konsep triologi, yaitu lingkungan
pendidikan merupakan satu hal yang utuh yang tidak dapat dipisahkan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Baik dalam lingkungan keluarga yang utama,
sekolah, dan masyarakat.
Setiap
lingkungan mempunyai peran dan tugasnya masing-masing. Keluarga merupakan
lingkungan terdekat dan pertama yang anak kenal dalam masa perkembangan,
Sekolah adalah tempat anak menempuh pendidikan, juga lingkungan masyarakat
tempat anak bersosialisasi dan bergaul.
Pendidikan Karakter
dari lingkungan keluarga dimulai dari orang tua yang menanamkan karakter dasar
kepada anak-anak mereka. Keluarga merupakan tempat yang pertama
dalam pembentukan moral pada anak. Anak akan berkembang dengan baik di
lingkungan keluarga yang baik tanpa paksaan dan tanpa tekanan. Peran orangtua
sangat ditekankan disini dalam mendidik anak. Mengayomi, menjaga, membimbing
dan mendidik anak menjadi peran orangtua dalam lingkungan keluarga agar anak
dapat berkembang dengan baik.
Kedua adalah bagaimana
pendidikan karakter itu menunjukan sikap dan tingkah laku keteladanan tanpa
harus sebuah ucapan dan slogan yang terus dibicarakan. Menunjukan sikap santun
dimulai dari seorang pendidik. Membangun rasa cinta kepada murid, karena
semakin banyak rasa cinta yang diberikan maka akan semakin banyak cinta yang didapatkan.
Guru dengan penuh
cinta dan kasih menanamkan perilaku keteladanan secara langsung kepada siswanya.
Tidak membeda-bedakan mereka, berlaku adil, meminta maaf ketika guru melakukan
kesalahan, dan membangun rasa percaya diri murid dengan memberikan pujian.
Terjadi komunikasi yang baik antara guru dan siswa itu perlu. Guru bertindak sebagai
pengasuh, model dan mentor, memperlakukan siswa dengan cinta dan hormat, menetapkan
contoh yang baik, mendukung pro-sosial perilaku dan mengoreksi menyakitkan tindakan.
Menanamkan karakter
kepada siswa dimulai dari menanamkan keteladanan pada pendidik yaitu guru, Juga
bagimana sekolah mendukung program dalam menanamkan pendidikan karakter dengan
kepala sekolah, guru, juga karyawan sekolah perduli dan memberikan keteladanan
dalam pendidikan karakter.
Ketiga adalah bagaimana pendidikan karakter
dikenalkan sesuai dengan perkembangan usia dan perlahan-lahan dalam
mengenalkanya. Murid tidak selalu diberikan pendidikan karakter dalam bentuk
teori bahwa kita harus jujur, bertanggung jawab, disiplin, gotong royong,
tolong menolong, dan sebagainya. Akan tetapi pentingnya pengenalan pendidikan
karakter dimulai dari anak usia dini dan dikemas secara menarik, salah satu
contohnya dimulai dengan bermain bersama menjunjung tinggi nilai kejujuran.
Karena pada usia dini merupakan fase emas untuk menanamkan dasar karakter pada
seorang anak. Sehingga pendidikan karakter itu adalah tindakan yang harus
dilakukan dan bukan teori yang harus dihapalkan.
Keempat adalah bagaimana pendidikan karakter
tidak disalah artikan hanya sebatas pendidikan dalam kewarganegaraan dan agama
dalam mata pelajaran di sekolah. Lebih dari itu pendidikan karakter
dikembangkan pada semua aspek pelajaran. Dalam matematika anak diajarkan untuk
menghitung dengan bijak dan jujur. Dalam Bahasa Indonesia anak diajarkan
bagaimana berbahasa dan bertutur kata yang baik terhadap sesame. Bahkan dalam
pelajaran Jasmani dan Olahraga anak diajarkan untuk bersikap sportif dan
menerima kekalahan.
Seperti yang diungkapkan Bob Talbert, dia
mengutarakan bahwa Mengajarkan murid untuk bisa berhitung itu bagus, tetapi
yang terbaik dan yang paling penting adalah mengajarkan mereka tentang hal-hal
yang tidak bisa dihitung nilainya (sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ini
seperti prinsip, kode etik hidup,kebaikan, dan nilai moral).
Jadi diperlukannya karakter yang kuat dalam
membangun jiwa dan kepribadian peserta didik yang kokoh, dan temukan karakter
diri sebelum anda menanamkan hal tersebut terhadap peserta didik di kemudian
hari. Karakter bangsa dimulai dengan membangun karakter melalui pendidikan,
karena pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. Bangsa yang
besar adalah bangsa yang menghargai pendidikan terutama membangun bangsa yang
bermoral dengan pendidikan karakter, agar semakin terkikisnya perilaku yang
tidak patut dicontoh seperti korupsi, kekerasan, kejahatan, pornografi, dan
sebagainya. Menuju karakter bangsa yang jujur, toleransi, perduli, cinta aksih,
dan menjunjung tinggi perdamaian.
Seperti yang pernah diungkapkan Philips
dalam bukunya The Great Learning
(2000), Ia mengungkapkan bahwa "If there is a
righteousness in the heart, there will be beauty in the character. If there is
is a beauty in the character, there will be a harmony in the home. If there is
harmony in the home, there will be order in the nation. If there is order in
the nation, there will be peace in the world."
0 komentar:
Posting Komentar