Selasa, 16 Oktober 2012

Karakter Bangsa dalam Pendidikan di Indonesia



Karakter Bangsa Dalam Pendidikan di Indonesia
“Semua saling menuduh rendahnya moral bangsa dengan korupsi, pornografi, kekerasan, bahkan emosi. Dari semua perilaku itu dikembalikan lagi ke sekolah, bagaimana pendidikan di Indonesia begitulah moral para warga negaranya.”
Oleh Citra Ashri Maulidina

Pendidikan merupakan proses pendewasaan dan sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu. Pilar utama pembangunan bangsa adalah dengan pendidikan. Jika kita ingin melihat maju atau tidaknya sebuah Negara maka kita dapat melihat bagaimana Negara perduli terhadap pendidikan.
Dengan membentuk proses pendewasaan tidak hanya dicapai dengan teori pembelajaran di kelas semata, akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana seorang siswa dapat mengenal apa yang dinamakan dengan karakter. Menjadi berkarakter itu perlu tetapi menjadi pribadi yang berkarakter itu tidaklah mudah. Karakter yang baik tidak terbentuk secara otomatis, karakter dikembangkan dari waktu ke waktu melalui proses berkelanjutan pengajaran, pembelajaran contoh, dan praktek. 
David Elkind & Freddy Sweet Ph.D dalam bukunya mengungkapkan bahwa Pendidikan karakter adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang benar, peduli secara mendalam tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam.
Di Indonesia Pendidikan karakter sebenarnya telah tumbuh dari sebelum kemerdekaan, Bapak Pelopor Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara telah banyak mengajarkan kepribadian yang membentuk karakter semenjak dibangunya sekolah Taman Siswa. Satu ideologi yang dapat kita pelajari adalah mengenai sistem pendidikan menurut beliau. Sistem pendidikan tersebut masih digunakan hingga saat ini, bahkan menjadi semboyan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tiga sistem pendidikan yang dikembangkan Ki Hajar Dwantara adalah “Ing Ngarsa Sung Tuladha” di depan guru memberikan contoh, “IngMadya mangun karsa” di samping guru melihat dan mengembangkan potensi peserta didik, dan “tut wuri handayani” di belakang guru memberikan dorongan dan motivasi. Untuk itu diperlukan jiwa dan karakter yang kuat dalam membangun pendidikan karakter bagi peserta didik. 
Pendidikan karakter bukan hanya sebuah pendidikan yang mengajarkan karakter yang baik terhadap peserta didiknya, akan tetapi bagaimana dalam proses pendidikan dapat membentuk karakter diri yang kuat dan berakar kepada setiap para pembelajar. Karakter yang kuat dan berakar tidak mungkin datang dari karakter yang lemah dan tidak kokoh. Akan tetapi dibutuhkan karakter yang berjati diri untuk dapat mengembangkan kekuatan dari karakter tersebut.
Indonesia Negara yang sedang berkembang dan sedang berbenah. Oleh karena itu pendidikan adalah salah satu aspek dalam membangun bangsa melalui membangun karakter. Ada beberapa hal yang dapat menjadi acuan dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia.
Pertama adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bahwa pendidikan karakter tidak hanya tanggung jawab sekolah. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan konsep triologi, yaitu lingkungan pendidikan merupakan satu hal yang utuh yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Baik dalam lingkungan keluarga yang utama, sekolah, dan masyarakat.
Setiap lingkungan mempunyai peran dan tugasnya masing-masing. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pertama yang anak kenal dalam masa perkembangan, Sekolah adalah tempat anak menempuh pendidikan, juga lingkungan masyarakat tempat anak bersosialisasi dan bergaul.
Pendidikan Karakter dari lingkungan keluarga dimulai dari orang tua yang menanamkan karakter dasar kepada anak-anak mereka. Keluarga merupakan tempat yang pertama dalam pembentukan moral pada anak. Anak akan berkembang dengan baik di lingkungan keluarga yang baik tanpa paksaan dan tanpa tekanan. Peran orangtua sangat ditekankan disini dalam mendidik anak. Mengayomi, menjaga, membimbing dan mendidik anak menjadi peran orangtua dalam lingkungan keluarga agar anak dapat berkembang dengan baik.
Kedua adalah bagaimana pendidikan karakter itu menunjukan sikap dan tingkah laku keteladanan tanpa harus sebuah ucapan dan slogan yang terus dibicarakan. Menunjukan sikap santun dimulai dari seorang pendidik. Membangun rasa cinta kepada murid, karena semakin banyak rasa cinta yang diberikan maka akan semakin banyak cinta yang didapatkan.
Guru dengan penuh cinta dan kasih menanamkan perilaku keteladanan secara langsung kepada siswanya. Tidak membeda-bedakan mereka, berlaku adil, meminta maaf ketika guru melakukan kesalahan, dan membangun rasa percaya diri murid dengan memberikan pujian. Terjadi komunikasi yang baik antara guru dan siswa itu perlu. Guru bertindak sebagai pengasuh, model dan mentor, memperlakukan siswa dengan cinta dan hormat, menetapkan contoh yang baik, mendukung pro-sosial perilaku dan mengoreksi menyakitkan tindakan. 
Menanamkan karakter kepada siswa dimulai dari menanamkan keteladanan pada pendidik yaitu guru, Juga bagimana sekolah mendukung program dalam menanamkan pendidikan karakter dengan kepala sekolah, guru, juga karyawan sekolah perduli dan memberikan keteladanan dalam pendidikan karakter.
Ketiga adalah bagaimana pendidikan karakter dikenalkan sesuai dengan perkembangan usia dan perlahan-lahan dalam mengenalkanya. Murid tidak selalu diberikan pendidikan karakter dalam bentuk teori bahwa kita harus jujur, bertanggung jawab, disiplin, gotong royong, tolong menolong, dan sebagainya. Akan tetapi pentingnya pengenalan pendidikan karakter dimulai dari anak usia dini dan dikemas secara menarik, salah satu contohnya dimulai dengan bermain bersama menjunjung tinggi nilai kejujuran. Karena pada usia dini merupakan fase emas untuk menanamkan dasar karakter pada seorang anak. Sehingga pendidikan karakter itu adalah tindakan yang harus dilakukan dan bukan teori yang harus dihapalkan.
Keempat adalah bagaimana pendidikan karakter tidak disalah artikan hanya sebatas pendidikan dalam kewarganegaraan dan agama dalam mata pelajaran di sekolah. Lebih dari itu pendidikan karakter dikembangkan pada semua aspek pelajaran. Dalam matematika anak diajarkan untuk menghitung dengan bijak dan jujur. Dalam Bahasa Indonesia anak diajarkan bagaimana berbahasa dan bertutur kata yang baik terhadap sesame. Bahkan dalam pelajaran Jasmani dan Olahraga anak diajarkan untuk bersikap sportif dan menerima kekalahan.
Seperti yang diungkapkan Bob Talbert, dia mengutarakan bahwa Mengajarkan murid untuk bisa berhitung itu bagus, tetapi yang terbaik dan yang paling penting adalah mengajarkan mereka tentang hal-hal yang tidak bisa dihitung nilainya (sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ini seperti prinsip, kode etik hidup,kebaikan, dan  nilai moral).
Jadi diperlukannya karakter yang kuat dalam membangun jiwa dan kepribadian peserta didik yang kokoh, dan temukan karakter diri sebelum anda menanamkan hal tersebut terhadap peserta didik di kemudian hari. Karakter bangsa dimulai dengan membangun karakter melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pendidikan terutama membangun bangsa yang bermoral dengan pendidikan karakter, agar semakin terkikisnya perilaku yang tidak patut dicontoh seperti korupsi, kekerasan, kejahatan, pornografi, dan sebagainya. Menuju karakter bangsa yang jujur, toleransi, perduli, cinta aksih, dan menjunjung tinggi perdamaian.
Seperti yang pernah diungkapkan Philips dalam bukunya The Great Learning (2000), Ia mengungkapkan bahwa "If there is a righteousness in the heart, there will be beauty in the character. If there is is a beauty in the character, there will be a harmony in the home. If there is harmony in the home, there will be order in the nation. If there is order in the nation, there will be peace in the world."

0 komentar:

Posting Komentar