Semakin Banyak Cinta yang Kau Berikan
Maka Akan Semakin Banyak Cinta yang Kau dapatkan, Bahagianya jadi guru
Oleh Citra Ashri Maulidina
Bagiku
tidak ada yang lebih membahagiakan di dunia ini selain menjadi seorang guru.
Karena semakin banyak cinta dan kasih sayang yang kita berikan kepada murid
maka akan semakin banyak cinta yang bisa didapatkan. Menjadi guru itu indah dan
menjadi guru itu ibadah. Tetapi terkadang menjadi guru adalah sebuah tantangan.
Tantangan untuk menjadi sabar karena menghadapi berbagai anak dengan
karakteristik yang berbeda. Termasuk anak dengan berkebutuhan khusus.
Aku
bukanlah guru yang berpengalaman puluhan tahun, baru tiga tahun aku begitu
menikmati dunia mengajar tetapi bagiku ini merupakan pengalaman awal yang tidak
terlupakan. Sedikit berbagi kisah, kisah tentang keindahan pelangi yang ada di
sekolah tempat seorang guru mengajar. Itulah Sekolah.
Setiap
selasa dan kamis pagi mata harus terbuka
lebih awal karena hari itu adalah hari mengajar di sekolah inklusif di daerah
condet. Sekolah inklusif merupakan sekolah dimana anak berkebutuhan khusus dan
anak “reguler” pada umumnya belajar. Itu adalah penjelasan sebagaimana
biasanya. Akan tetapi bagiku sekolah inklusif adalah sekolah bagi setiap anak yang
memiliki kebutuhan khusus maupun hambatan untuk belajar dan yang tidak
memilikinya. Karena pelebelan anak bukanlah hal yang indah.
Di
sebuah ruangan berukuran 7 x 3 meter yang biasa dikenal “ruang sumber” inilah
tempat anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk belajar. Ada banyak
media, mainan, dan beragam media pembelajaran disana. Ada tujuh jumlah anak
yang ditangani secara rutin dari tiga belas anak yang ada di sekolah. Sisanya
sahabatku Sita yang mengajar di hari yang berbeda.
Mereka
itulah pelangi bagiku. Pelangi adalah sebuah keindahan yang Tuhan ciptakan
dikala hujan usai, berwarna-warni juga bersinar dengan cahaya yang halus.
Begitupun mereka murid-muridku mereka adalah sebuah keindahan yang diciptakan
Tuhan dikala masih begitu banyak diskriminasi yang terkadang mereka dapatkan
tetapi begitu banyak potensi yang mereka miliki jika kita sebagai guru dapat
mengembangkanya. Karena tidaklah Tuhan meciptakan dengan sia-sia.
Pelangi
ingin aku berbagi, ada tujuh warna pelangi, begitupun tujuh murid yang selama
ini belajar bersama. Tujuh warna, tujuh kisah, tujuh cinta. Mereka adalah
sumber kekuatan, sumber cahaya, bahkan semangat. Tidak ada masa yang paling
membahagiakan selain dipanggil “ibu guru”
Tidak ada masa yang paling indah selain bersama dengan pelangiku di
sekolah.
Pelangi
pertama dialah Ibnu, murid yang paling dekat denganku. Dia selalu ingin belajar
di ruang sumber. Ibnu mengalami hambatan dalam belajar dikarenakan faktor
lingkungan yang membentuknya bahkan motivasi Ibnu dalam belajar cenderung
kurang. Duduk di kelas empat seharusnya sudah sampai tahap membaca pemahaman
pada anak, akan tetapi Ibnu masih dalam proses membaca permulaan. Pernah suatu
ketika Ibnu bertanya “Ibu, kita mau belajar apa bu?”. “Kita mau belajar baca
Ibnu” Ibnu tersenyum, dan saat aku menuliskan sebuah kalimat dalam sebaris
buku. Aku memintanya membaca, sesaat Ibnu mengerenyutkan dahinya seakan
berfikir apa yang harus dibacanya. Terbata-bata dan perlahan-lahan kata per
kata mulai dibacanya. Meskipun masih membutuhkan arahan, Ibnu melanjutkan
membaca hingga akhir. Ibnu masih membutuhkan motivasi, karena kemampuan membaca
dan menghitung Ibnu masih terbatas.
Harus
aku yang paling ceria di depannya ketika belajar, karena ketika aku memberikan
tepuk tangan atau sebuah senyuman dan mengajaknya “tos” raut wajahnya terlihat
bahagia. Pernah suatu kali belajar di ruang sumber, ia menyanyikan lantunan
shalawat dengan begitu merdu bahkan air mata menetes hingga ke pipiku, Sampai
ibunda Ibnu berbagi kisah bahwa Ibnu suka mengikuti kegiatan marawis di
pengajian rumah. Ternyata Ibnu ada bakat, itulah potensi Ibnu.
Pelangi
keduaku dialah Zidan, teman sekelas Ibnu. Seorang siswa penyandang autis.
Jangan harap ketika berbicara Zidan akan menatapmu dalam waktu yang lama.
Karena kontak mata Zidan ketika berkomunikasi masih belum baik. Akan tetapi
Zidan akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan tepat.
Jika
bertemu aku suka memeluknya karena tubuhnya yang besar. Tetapi ia tidak
mengelak seperti anak autis pada umumnya yang tidak suka dengan sentuhan.
Tempat mencari Zidan jika ia keluar kelas hanya satu, yaitu perpustakaan. Jika
ia sudah merasa bosan dengan pelajaran di kelas ia akan lari ke perpustakaan
dan akan membaca buku yang disukanya “Ensiklopedia” oleh karena itu tidak heran
bahwa ia merupakan salah satu siswa yang pintar di kelasnya.
Pernah
suatu ketika ia menjelaskan sesuatu kepadaku tanpa teks buku dengan fasih ia
menjelaskan proses kereta berjalan itu karena Zidan ingin menjadi seorang
masinis. “Ibu, kereta dikendarai oleh masinis, berada di paling depan, nyalakan
saja tombolnya maka kereta akan berjalan, kereta akan membawa ibu ke tempat
tujuan yang ingin ibu kunjungi. Kalau Zidan sudah besar Zidan mau jadi masinis
bu, Zidan mau mengendarai kereta”. “Kalau Zidan jadi masinisnya ibu pasti
penumpang pertama yang akan naik kereta yang Zidan kendarai” sahutku dengan
senyum.
Itulah Potensi Zidan, membaca. Tidak berhenti
di situ Zidan membuatku haru karena kemampuan membaca puisinya, pernah suatu
ketika dalam acara yang diadakan oleh sekolah, ia membacakan puisi di depan ibu
kepala sekolah. Suasana menjadi haru, bahkan sampai ada beberapa ibu yang
menitikan air mata. Dibalik hambatan ternyata ada banyak kelebihan yang Tuhan
berikan.
Ketiga
adalah Nia. Pelangi yang satu ini adalah bidadari kecil yang duduk di kelas
satu. Ia adalah siswa penyangdang disabilitas intelektual atau yang biasa
dikenal dengan tunagrahita. Kemampuan mengenal huruf dan angka yang merupakan
sumber dalam belajar masih terbatas. Hanya beberapa abjad yang dikenal Nia
itupun Nia masih suka menebak.
Suatu
hari aku fokus untuk mengajarkan Nia mengenal abjad, Nia adalah siswa yang
paling keras dalam menjawab meskipun salah Nia hanya membalas dengan senyuman.
Tidak ada kamus menyerah dalam hidupnya meskipun salah ia akan selalu berkata
“lagi kak”, “belajar apa lagi kak” “Nia mau menghitung kak”.
Begitupun
dengan angka Masih terlintas ingatanku saat mengajar siang itu, sudah satu
bulan belajar tetapi huruf A-E Nia masih suka menebak dalam menjawab. Ketika
belajar angka, Nia dapat menghapal angka 1 sisanya Nia masih suka menebak,
tetapi itulah uniknya Nia selalu mau belajar, Kalau menyerah bukan Nia namanya.
Sampai
suatu hari aku tercengang dibuatnya, di sebuah acara pentas seni di sekolah Nia
terpilih untuk mementaskan sebuah tarian.Dibimbing oleh Mama Audi ketika
latihan, Nia begitu rajin sampai tidak pernah absen latihan. Saat tampil di
pentas, Nia jadi perhatian penonton. Begitu cantik dan gemulai ketika dia tampil
diatas panggung . Itulah potensi Nia, menari.
Pelangi
keempatku adalah Tien, dia duduk di kelas Lima. Ia mengalami keberisikoan dalam
belajar dikarenakan faktor lingkungan yang membentuknya. Tetapi Tien sangat
suka belajar di ruang sumber. Setiap hari Tien selalu datang ke ruang sumber
dan bertanya “bu, hari ini belajar nggak bu?” padahal jadwal sudah terpampang
dengan rapi di ruang sumber tetapi Tien selalu ingin belajar di dalamnya.
Baginya ruang sumber adalah rumah kedua, karena setiap hari Tien selalu ingin
belajar disana. Ada sisi dimana ia merasakan kebahagiaan ketika belajar. Siang
itu di ruang sumber Tien berkata “Ibu,aku ada hadiah untuk ibu, tapi ibu harus
merem ya. Biar surprise” sautnya.
Mata
kututup dan aku mengadahkan kedua tangan untuk menerima hadiahnya. Saat kubuka
mata ini di tanganku sudah ada sebuah permen. Kemudian Tien bilang “Permen itu
manis dan terimakasih karena ibu membuat belajar jadi semanis permen” Aku makin
haru dan memeluknya. Terimakasih Tien. Siang itu indah diantara matahari
dibalik awan menyengatkan panasnya. Menjadi saksi bahwa kebahagiaan itu
sederhana.
Kemampuan
membaca Tien sudah sangat baik. Bahkan membaca pemahaman untuk anak seusianya
pun sudah cukup bagus, sayangnya dalam matematika Tien masih mengalami hambatan
untuk memahaminya dengan baik terutama konsep dasar matematika yaitu
pengurangan dan penambahan. Bersama Nia aku kembali tercengang dibuatnya karena
dalam acara pentas seni Tien menampilkan tarian terbaiknya. Itulah potensi
Tien, menari.
Pelangi
kelimaku adalah Agung, siswa yang duduk di kelas tiga ini adalah yang
menggemaskan bagiku. Karena postur badanya yang paling besar di kelasnya. Di
ruang sumber ia sering menjadi target sasaranku pipinya yang tembam menarik
untuk dicubit gemas.
Agung
mengalami hambatan dalam belajar. Jika menulis pasti ada satu huruf yang
terlewat di tulisnya. Contoh saja kata “sepatu” Agung bisa saja menulisnya
menjadi “septu” huruf a dalam kata itu menjadi hilang seketika. Tetapi
kemampuan membaca dan matematika Agung sudah cukup baik. Ia sering bercerita
tentang pengalaman liburanya, pengalamanya di rumah, bahkan di kelas.
Kalau
Agung sudah bercerita aku pasti fokus mendengarkan, karena wajahnya yang begitu
serius. Dan Agung pasti marah jika ceritanya tidak didengar, jadi apapun itu
Agung sangat suka bercerita, sekalipun cerita yang baru ia alami tadi pagi.
Suatu
pagi sebelum belajar ia berbagi cerita “Bu, bu Candra nakal bu, masa Candra
manggil-manggil orangtua aku terus. Bu kan dosa ya bu kalau panggil-panggil
nama orangtua. Allah gak sayang kan bu sama orang yang buat dosa. Nanti Allah
marah sama Candra ya bu” Itu ceritanya ketika ia dijahili oleh sahabatnya,
cukup aku berkata “berarti Agung harus selalu berbuat baik supaya disayang
Allah”. Ia tersenyum lebar dan berkata “Ayo bu belajar” Itulah Agung.
Semangatnya selalu sebesar badanya.
Arsyad,
dia pelangi keenamku. Arsyad mengalami hambatan dalam membaca dan vokalisasi
suaranya masih terbatas. Membaca adalah hal yang paling tidak disukainya. Jika
ia bertanya akan belajar, saat aku menjawab “Membaca” maka ia akan menjawab ibu
“ibu jangan bu, menghitung aja bu”.
Ketika ia berkata itu, maka aku akan memberikan soal menghitung terlebih
dahulu, kemudian aku memberikan soal
membaca.
Ketika
Arsyad berhadapan dengan soal membaca, wajah Arsyad seketika berubah dan tidak
lagi ada senyum di wajahnya. Ia seakan membutuhkan segenap energi untuk
membaca, bahkan terkadang sampai menggaruk kepalanya dan berkata dengan wajah
masam, “bu, aku gak tau, susah bu”. Itulah ungkapan yang ia katakan.
Itu
bukan tanda bahwa Aryad menyerah akan tetapi kemampuan membaca Arsyad memang
berbeda dengan teman-teman seusianya sehingga ia membutuhkan stimulasi khusus
dalam belajar. Tetapi Arsyad punya potensi yang luar biasa. Matematika adalah
pelajaran yang disukainya sehingga tidak membutuhkan waktu lama ketika
mengerjakan soal matematika. Itulah Arsyad dan potensinya yang luar biasa.
Pelangi
terakhirku adalah Fawaz, ia duduk di kelas lima. Fawaz adalah siswa pindahan
dari sekolah di Setia Budi. Fawaz mengalami hambatan autis, ia juga sering
mengalami spastic 9 (kekakuan) sehingga terkadang ia suka menggerakan badannya
sendiri.
Fawaz
adalah juara, karena ia sudah sering mengikuti olimpiade matematika dan IPA
setingkat SD. Luar biasa ditengah hambatanya. Meskipun kemampuan komunikasi
Fawaz masih terbatas tetapi ia adalah juara dalam matematika dan IPA. Kemampuan
Fawaz tidak bisa diremehkan. Itulah potensi Fawaz yang Tuhan titipkan padanya.
Itulah
kisah tujuh pelangiku yang luar biasa. Setiap keterbatasan bukan berarti dunia
seakan terbatas. Tidaklah Tuhan menciptakan sesuatu tanpa makna. Ada banyak
makna dibalik semua pertanda yang Tuhan berikan. Ketika aku sadar mungkin
menjadi mereka adalah hal yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat
umum saat ini. Tetapi mereka tidak pernah menyerah. Pelangi selalu menampilkan
sisi terbaiknya, meskipun ia selalu datang setelah hujan.
Meskipun diskriminasi itu masih
tetap ada, terkadang mereka hanya bisa mengadu padaku, tetapi mereka selalu
tersenyum. Tuhan telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. Meskipun
ada kekurangan dimata manusia tetapi dimata Tuhan aku percaya bahwa kita semua
sama. Tuhan tidak pernah memandang apakah kita “Normal” pada umumnya akan
tetapi Tuhan memandang bagaimana kita patuh terhadapnya. Itulah mereka,
Tujuh
siswa yang selalu menjadi pelangi bagiku. Tidak ada yang membahagiakan selain
bertemu dengan pelangi di sekolah. Semakin Banyak Cinta yang Kau Berikan Maka
Akan Semakin Banyak Cinta yang Kau dapatkan, itulah guru.
Dipublikasikan dalam antologi buku Jika Aku Mereka #GagasMedia2014