Minggu, 04 Januari 2015

Tujuh Pelangi



Semakin Banyak Cinta yang Kau Berikan Maka Akan Semakin Banyak Cinta yang Kau dapatkan, Bahagianya jadi guru
Oleh Citra Ashri Maulidina

Bagiku tidak ada yang lebih membahagiakan di dunia ini selain menjadi seorang guru. Karena semakin banyak cinta dan kasih sayang yang kita berikan kepada murid maka akan semakin banyak cinta yang bisa didapatkan. Menjadi guru itu indah dan menjadi guru itu ibadah. Tetapi terkadang menjadi guru adalah sebuah tantangan. Tantangan untuk menjadi sabar karena menghadapi berbagai anak dengan karakteristik yang berbeda. Termasuk anak dengan berkebutuhan khusus.

Aku bukanlah guru yang berpengalaman puluhan tahun, baru tiga tahun aku begitu menikmati dunia mengajar tetapi bagiku ini merupakan pengalaman awal yang tidak terlupakan. Sedikit berbagi kisah, kisah tentang keindahan pelangi yang ada di sekolah tempat seorang guru mengajar. Itulah Sekolah.
Setiap selasa dan kamis pagi  mata harus terbuka lebih awal karena hari itu adalah hari mengajar di sekolah inklusif di daerah condet. Sekolah inklusif merupakan sekolah dimana anak berkebutuhan khusus dan anak “reguler” pada umumnya belajar. Itu adalah penjelasan sebagaimana biasanya. Akan tetapi bagiku sekolah inklusif adalah sekolah bagi setiap anak yang memiliki kebutuhan khusus maupun hambatan untuk belajar dan yang tidak memilikinya. Karena pelebelan anak bukanlah hal yang indah.

Di sebuah ruangan berukuran 7 x 3 meter yang biasa dikenal “ruang sumber” inilah tempat anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk belajar. Ada banyak media, mainan, dan beragam media pembelajaran disana. Ada tujuh jumlah anak yang ditangani secara rutin dari tiga belas anak yang ada di sekolah. Sisanya sahabatku Sita yang mengajar di hari yang berbeda.

Mereka itulah pelangi bagiku. Pelangi adalah sebuah keindahan yang Tuhan ciptakan dikala hujan usai, berwarna-warni juga bersinar dengan cahaya yang halus. Begitupun mereka murid-muridku mereka adalah sebuah keindahan yang diciptakan Tuhan dikala masih begitu banyak diskriminasi yang terkadang mereka dapatkan tetapi begitu banyak potensi yang mereka miliki jika kita sebagai guru dapat mengembangkanya. Karena tidaklah Tuhan meciptakan dengan sia-sia.

Pelangi ingin aku berbagi, ada tujuh warna pelangi, begitupun tujuh murid yang selama ini belajar bersama. Tujuh warna, tujuh kisah, tujuh cinta. Mereka adalah sumber kekuatan, sumber cahaya, bahkan semangat. Tidak ada masa yang paling membahagiakan selain dipanggil “ibu guru”  Tidak ada masa yang paling indah selain bersama dengan pelangiku di sekolah.

Pelangi pertama dialah Ibnu, murid yang paling dekat denganku. Dia selalu ingin belajar di ruang sumber. Ibnu mengalami hambatan dalam belajar dikarenakan faktor lingkungan yang membentuknya bahkan motivasi Ibnu dalam belajar cenderung kurang. Duduk di kelas empat seharusnya sudah sampai tahap membaca pemahaman pada anak, akan tetapi Ibnu masih dalam proses membaca permulaan. Pernah suatu ketika Ibnu bertanya “Ibu, kita mau belajar apa bu?”. “Kita mau belajar baca Ibnu” Ibnu tersenyum, dan saat aku menuliskan sebuah kalimat dalam sebaris buku. Aku memintanya membaca, sesaat Ibnu mengerenyutkan dahinya seakan berfikir apa yang harus dibacanya. Terbata-bata dan perlahan-lahan kata per kata mulai dibacanya. Meskipun masih membutuhkan arahan, Ibnu melanjutkan membaca hingga akhir. Ibnu masih membutuhkan motivasi, karena kemampuan membaca dan menghitung Ibnu masih terbatas.

Harus aku yang paling ceria di depannya ketika belajar, karena ketika aku memberikan tepuk tangan atau sebuah senyuman dan mengajaknya “tos” raut wajahnya terlihat bahagia. Pernah suatu kali belajar di ruang sumber, ia menyanyikan lantunan shalawat dengan begitu merdu bahkan air mata menetes hingga ke pipiku, Sampai ibunda Ibnu berbagi kisah bahwa Ibnu suka mengikuti kegiatan marawis di pengajian rumah. Ternyata Ibnu ada bakat, itulah potensi Ibnu.

Pelangi keduaku dialah Zidan, teman sekelas Ibnu. Seorang siswa penyandang autis. Jangan harap ketika berbicara Zidan akan menatapmu dalam waktu yang lama. Karena kontak mata Zidan ketika berkomunikasi masih belum baik. Akan tetapi Zidan akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan tepat.

Jika bertemu aku suka memeluknya karena tubuhnya yang besar. Tetapi ia tidak mengelak seperti anak autis pada umumnya yang tidak suka dengan sentuhan. Tempat mencari Zidan jika ia keluar kelas hanya satu, yaitu perpustakaan. Jika ia sudah merasa bosan dengan pelajaran di kelas ia akan lari ke perpustakaan dan akan membaca buku yang disukanya “Ensiklopedia” oleh karena itu tidak heran bahwa ia merupakan salah satu siswa yang pintar di kelasnya.

Pernah suatu ketika ia menjelaskan sesuatu kepadaku tanpa teks buku dengan fasih ia menjelaskan proses kereta berjalan itu karena Zidan ingin menjadi seorang masinis. “Ibu, kereta dikendarai oleh masinis, berada di paling depan, nyalakan saja tombolnya maka kereta akan berjalan, kereta akan membawa ibu ke tempat tujuan yang ingin ibu kunjungi. Kalau Zidan sudah besar Zidan mau jadi masinis bu, Zidan mau mengendarai kereta”. “Kalau Zidan jadi masinisnya ibu pasti penumpang pertama yang akan naik kereta yang Zidan kendarai” sahutku dengan senyum.

 Itulah Potensi Zidan, membaca. Tidak berhenti di situ Zidan membuatku haru karena kemampuan membaca puisinya, pernah suatu ketika dalam acara yang diadakan oleh sekolah, ia membacakan puisi di depan ibu kepala sekolah. Suasana menjadi haru, bahkan sampai ada beberapa ibu yang menitikan air mata. Dibalik hambatan ternyata ada banyak kelebihan yang Tuhan berikan.

Ketiga adalah Nia. Pelangi yang satu ini adalah bidadari kecil yang duduk di kelas satu. Ia adalah siswa penyangdang disabilitas intelektual atau yang biasa dikenal dengan tunagrahita. Kemampuan mengenal huruf dan angka yang merupakan sumber dalam belajar masih terbatas. Hanya beberapa abjad yang dikenal Nia itupun Nia masih suka menebak.


Suatu hari aku fokus untuk mengajarkan Nia mengenal abjad, Nia adalah siswa yang paling keras dalam menjawab meskipun salah Nia hanya membalas dengan senyuman. Tidak ada kamus menyerah dalam hidupnya meskipun salah ia akan selalu berkata “lagi kak”, “belajar apa lagi kak” “Nia mau menghitung kak”.

Begitupun dengan angka Masih terlintas ingatanku saat mengajar siang itu, sudah satu bulan belajar tetapi huruf A-E Nia masih suka menebak dalam menjawab. Ketika belajar angka, Nia dapat menghapal angka 1 sisanya Nia masih suka menebak, tetapi itulah uniknya Nia selalu mau belajar, Kalau menyerah bukan Nia namanya.

Sampai suatu hari aku tercengang dibuatnya, di sebuah acara pentas seni di sekolah Nia terpilih untuk mementaskan sebuah tarian.Dibimbing oleh Mama Audi ketika latihan, Nia begitu rajin sampai tidak pernah absen latihan. Saat tampil di pentas, Nia jadi perhatian penonton.  Begitu cantik dan gemulai ketika dia tampil diatas panggung . Itulah potensi Nia, menari.

Pelangi keempatku adalah Tien, dia duduk di kelas Lima. Ia mengalami keberisikoan dalam belajar dikarenakan faktor lingkungan yang membentuknya. Tetapi Tien sangat suka belajar di ruang sumber. Setiap hari Tien selalu datang ke ruang sumber dan bertanya “bu, hari ini belajar nggak bu?” padahal jadwal sudah terpampang dengan rapi di ruang sumber tetapi Tien selalu ingin belajar di dalamnya. Baginya ruang sumber adalah rumah kedua, karena setiap hari Tien selalu ingin belajar disana. Ada sisi dimana ia merasakan kebahagiaan ketika belajar. Siang itu di ruang sumber Tien berkata “Ibu,aku ada hadiah untuk ibu, tapi ibu harus merem ya. Biar surprise” sautnya.

Mata kututup dan aku mengadahkan kedua tangan untuk menerima hadiahnya. Saat kubuka mata ini di tanganku sudah ada sebuah permen. Kemudian Tien bilang “Permen itu manis dan terimakasih karena ibu membuat belajar jadi semanis permen” Aku makin haru dan memeluknya. Terimakasih Tien. Siang itu indah diantara matahari dibalik awan menyengatkan panasnya. Menjadi saksi bahwa kebahagiaan itu sederhana.

Kemampuan membaca Tien sudah sangat baik. Bahkan membaca pemahaman untuk anak seusianya pun sudah cukup bagus, sayangnya dalam matematika Tien masih mengalami hambatan untuk memahaminya dengan baik terutama konsep dasar matematika yaitu pengurangan dan penambahan. Bersama Nia aku kembali tercengang dibuatnya karena dalam acara pentas seni Tien menampilkan tarian terbaiknya. Itulah potensi Tien, menari.

Pelangi kelimaku adalah Agung, siswa yang duduk di kelas tiga ini adalah yang menggemaskan bagiku. Karena postur badanya yang paling besar di kelasnya. Di ruang sumber ia sering menjadi target sasaranku pipinya yang tembam menarik untuk dicubit gemas.

Agung mengalami hambatan dalam belajar. Jika menulis pasti ada satu huruf yang terlewat di tulisnya. Contoh saja kata “sepatu” Agung bisa saja menulisnya menjadi “septu” huruf a dalam kata itu menjadi hilang seketika. Tetapi kemampuan membaca dan matematika Agung sudah cukup baik. Ia sering bercerita tentang pengalaman liburanya, pengalamanya di rumah, bahkan di kelas.

Kalau Agung sudah bercerita aku pasti fokus mendengarkan, karena wajahnya yang begitu serius. Dan Agung pasti marah jika ceritanya tidak didengar, jadi apapun itu Agung sangat suka bercerita, sekalipun cerita yang baru ia alami tadi pagi.

Suatu pagi sebelum belajar ia berbagi cerita “Bu, bu Candra nakal bu, masa Candra manggil-manggil orangtua aku terus. Bu kan dosa ya bu kalau panggil-panggil nama orangtua. Allah gak sayang kan bu sama orang yang buat dosa. Nanti Allah marah sama Candra ya bu” Itu ceritanya ketika ia dijahili oleh sahabatnya, cukup aku berkata “berarti Agung harus selalu berbuat baik supaya disayang Allah”. Ia tersenyum lebar dan berkata “Ayo bu belajar” Itulah Agung. Semangatnya selalu sebesar badanya.

Arsyad, dia pelangi keenamku. Arsyad mengalami hambatan dalam membaca dan vokalisasi suaranya masih terbatas. Membaca adalah hal yang paling tidak disukainya. Jika ia bertanya akan belajar, saat aku menjawab “Membaca” maka ia akan menjawab ibu “ibu jangan bu, menghitung aja bu”.  Ketika ia berkata itu, maka aku akan memberikan soal menghitung terlebih dahulu, kemudian  aku memberikan soal membaca.

Ketika Arsyad berhadapan dengan soal membaca, wajah Arsyad seketika berubah dan tidak lagi ada senyum di wajahnya. Ia seakan membutuhkan segenap energi untuk membaca, bahkan terkadang sampai menggaruk kepalanya dan berkata dengan wajah masam, “bu, aku gak tau, susah bu”. Itulah ungkapan yang ia katakan.

Itu bukan tanda bahwa Aryad menyerah akan tetapi kemampuan membaca Arsyad memang berbeda dengan teman-teman seusianya sehingga ia membutuhkan stimulasi khusus dalam belajar. Tetapi Arsyad punya potensi yang luar biasa. Matematika adalah pelajaran yang disukainya sehingga tidak membutuhkan waktu lama ketika mengerjakan soal matematika. Itulah Arsyad dan potensinya yang luar biasa.

Pelangi terakhirku adalah Fawaz, ia duduk di kelas lima. Fawaz adalah siswa pindahan dari sekolah di Setia Budi. Fawaz mengalami hambatan autis, ia juga sering mengalami spastic 9 (kekakuan) sehingga terkadang ia suka menggerakan badannya sendiri.

Fawaz adalah juara, karena ia sudah sering mengikuti olimpiade matematika dan IPA setingkat SD. Luar biasa ditengah hambatanya. Meskipun kemampuan komunikasi Fawaz masih terbatas tetapi ia adalah juara dalam matematika dan IPA. Kemampuan Fawaz tidak bisa diremehkan. Itulah potensi Fawaz yang Tuhan titipkan padanya.

Itulah kisah tujuh pelangiku yang luar biasa. Setiap keterbatasan bukan berarti dunia seakan terbatas. Tidaklah Tuhan menciptakan sesuatu tanpa makna. Ada banyak makna dibalik semua pertanda yang Tuhan berikan. Ketika aku sadar mungkin menjadi mereka adalah hal yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum saat ini. Tetapi mereka tidak pernah menyerah. Pelangi selalu menampilkan sisi terbaiknya, meskipun ia selalu datang setelah hujan.


            Meskipun diskriminasi itu masih tetap ada, terkadang mereka hanya bisa mengadu padaku, tetapi mereka selalu tersenyum. Tuhan telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. Meskipun ada kekurangan dimata manusia tetapi dimata Tuhan aku percaya bahwa kita semua sama. Tuhan tidak pernah memandang apakah kita “Normal” pada umumnya akan tetapi Tuhan memandang bagaimana kita patuh terhadapnya. Itulah mereka, 

Tujuh siswa yang selalu menjadi pelangi bagiku. Tidak ada yang membahagiakan selain bertemu dengan pelangi di sekolah. Semakin Banyak Cinta yang Kau Berikan Maka Akan Semakin Banyak Cinta yang Kau dapatkan, itulah guru.



Dipublikasikan dalam antologi buku Jika Aku Mereka #GagasMedia2014

0 komentar:

Posting Komentar