Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sama,
tidak ada satupun manusia yang lahir dari rahim seorang laki-laki. Terlahir dan
tumbuh serta hidup dengan kodrat. Hidup dalam nadi dan aliran darah. Dengan
detak jantung. Maha Suci Tuhan diatas segala-galanya. Hanya satu yang membedakan
kami, dia “Iman”.
Seorang wanita
cantik beragama Kristen protestan.
Tingginya semampai, dengan rambut sepanjang bahu yang selalu tergerai, kulitnya
yang putih, dan ciri khasnya yang selalu menggunakan kacamata berwarna merah.
Dialah Amel, sahabat terbaiku. Menempuh pendidikan di jurusan dan Universitas
yang sama yaitu Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Jakarta.
Kemanapun waktu
kami selalu menghabiskannya berdua, bahkan selalu ada slogan “dimana ada aku
disitulah adalah Amel” begitupun sebaliknya. Bagai dua elemen yang tidak
terpisahkan dan saling melengkapi, Seperti malam yang ditemani bintang.
Persahabatan kami sudah berlangsung cukup lama. Empat tahun mengukir kisah
persahabatan yang indah.
Suatu
hari ketika suara adzan berkumandang “Cit, sholat dulu gih sebelum pulang”
kemudian kami ke mesjid bersama. Bukan hanya kali itu, setiap saat kami bertemu
dia selalu menemaniku untuk bersimpuh menghadap Allah. Berjalan menuju tempat
wudhu bahkan hingga masuk ke dalam mesjid.
Aku
dan Amel memiliki mimpi yang sama, suatu
saat nanti. Berjalan di tanah Eropa melihat sisi keajaiban Tuhan di Benua
peradaban sejarah untuk belajar dan terus belajar. Sehingga kami berusaha
menggapainya dengan mengikuti leas bahasa Inggris. Di tempat, jam, dan kelas
yang sama.
Aku sudah lupa, ya
lupa. Bagaimana aku selalu menghabiskan waktu dengannya walaupun hanya sekedar
makan dan jalan bersama, bahkan kami berdiskusi tentang agama. Seperti arti
penting shalat dalam islam atau bahkan
bagaimana hukuman bagi kaum Kristen yang tidak pernah ke gereja. Bukan untuk
saling mempengaruhi, akan tetapi untuk saling menghargai.
Satu hal yang tidak
terlupa ketika menghadi tugas akhir, yaitu skripsi. Adalah hal yang tidak
terlupa. Begitu banyak yang berkata “kalo udah skripsi pasti ntar urusanya
masing-masing” Pada nyatanya, Tidak. Kami saling mendukung dan membantu.
Berdiskusi bersama hingga larut tiba, di perpustakaan Universitas Negeri di
daerah Depok yang menjadi saksi, bahwa kami saling berbagi. Sehingga berkat
dukungan terbaiknya yang tidak lelah memberikan masukan dan semangat yang luar
biasa hingga akhirnya aku dapat menjadi skripsi terbaik di jurusanku.
Amel adalah sosok
wanita kristiani yang begitu toleransi. Berkumpul bersama dengan
sahabat-sahabat lainya yang muslim, seakan kami melebur menjadi satu keutuhan
sebagai manusia meskipun iman kami berbeda. Bahkan ia dapat melafalkan “bismillah” dengan
sederhana meskipun bukan surat Maryam seperti yang Maria lantunkan di buku
ayat-ayat cinta.
Sebagaimana yang
Allah firmankan dalam Al-Quran:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.”( Mumtahanah: 8)
Ketika kami memilki aqidah masing-masing dan tidak saling
menjatuhkan bahkan tidak memusuhi itu lebih baik. Ketika diluar sana ketika
semua orang merindukan kedamaian tetapi perang tidak pernah berhenti. Banyak
yang mengatasnamakan toleransi tetapi begitu sulit perizinan dalam membangun
tempat ibadah. Seakan menjadi cambuk bahwa sebenarnya saling menghargai adalah
dua kata yang sederhana tetapi tidak semua bisa menjalani arti kata ini dengan
baik.
Berdampingan dan bermasyarakat dengan baik tanpa mencampur
adukan aqidah masing-masing adalah satu hal yang positif dalam hidup
bermasyarakat. Semoga persahabatan aku denganya akan tetap tumbuh hingga detak
jantung ini berhenti. Salah satu hal terbahagia dalam hidupku adalah mengenal
Amelia Cristin Sitomorang.
Tulisan yang Allah izinkan masuk ke dalam DIALOG100 #JAKATARUB Bandung 2013
0 komentar:
Posting Komentar